BAB I
PENDAHULUAAN
1.1 Latar Belakang
Masih banyak orang yang belum mengetahui dan belum paham
tentang makna dan hakikat sintaksis. Padahal, penggunaanya begitu dekat dengan
masyarakat Indonesia. Yaitu berkisar tentang kalimat bahasa Indonesia yang digunakan
sebagai alat komunikasi sehari-hari. Banyak permasalahan yang ada dalam
mendalami penguasaan sintaksis dan hakikatnya. Perlu pendalaman dan banyak
mempraktekan dalam dunia kebahasaan. Karena ilmu sintaksis sangat dekat dengan
kehidupan sehari-hari.
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan sintaksis itu? Sintaksis
merupakan ilmu yang mempelajari tentang tatabahasa. Sintaksis juga dapat
dikatakan tatabahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan.
Sintaksis
merupakan cabang linguistik yang membicarakan hubungan antar kata dalam tuturan
(speech). Unsur bahasa yang termasuk di dalam lingkup sintaksis adalah
frase, klausa dan kalimat. Didalam makalah ini akan dibahas ketika pokok bahasan
tersebut secara rinci.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah di uraikan di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dari sintaksis?
2. Apa saja yang termasuk dalam
sintaksis bahasa Indonesia?
3. Apakah yang dimaksud dengan frasa,
klausa, dan kalimat?
4. Apa sajakah macam-macam dari frasa
dan strukturnya?
5. Apa sajakah macam-macam dari klausa
dan srukturnya dalam sintaksis?
6. Apa saja macam-macam dari kalimat dan
strukturnya?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui pengertian
sintaksis.
2. Dapat mengetahui secara jelas frasa,
klausa, dan kalimat dalam sintaksis.
3. Dapat mengetahui jenis-jenis frasa
dan strukturnya dalam kajian sintaksis.
4. Dapat mengetahui macam-macam klausa
beserta strukturnya.
5. Dapat mengetahui jenis-jenis kalimat
dan strukturnya dalam kajian sintaksis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Sintaksis
Sintaksis
membicarakan berbagai seluk-beluk frase dan kalimat (M.Asfandi Adul, 1990: 41).
Sintaksis merupakan bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk
kalimat, klausa, dan frasa. Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun
yang bearti dengan dan kata tattein
yang bearti menempatkan jadi secara
etimologi berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau
kalimat. Banyak ahli telah mengemukakan penjelasan ataupun batasan sintaksis. Dikatakan
bahwa sintaksis adalah telaah mengenai pola-pola yang dipergunakan
sebagai sarana untuk menggabung-gabungkan kata menjadi kalimat. Sintaksis juga
merupakan analisis mengenai konstruksi-konstruksi yang hanya mengikutsertakan
bentuk-bentuk bebas (Tarigan, 1984:5).
Istilah
sintaksis (Belanda, Syntaxis) ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang
membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase (Ramlah 2001:18).
Dari
beberapa pernyataan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa sintaksis
merupakan bagian dari ilmu bahasa yang didalamnya mengkaji tentang kata dan
kelompok kata yang membentuk frasa, klausa, dan kalimat.
2.1.2
Frasa
Frasa
adalah suatu kelompok kata yang terdiri atas dua kata atau lebih yang membentuk
suatu kesatuan yang tidak melampui batas subjek dan batas predikat. Frase
terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan dan dalam pembentukan
ini tidak terdapat ciri-ciri klausa dan juga tidak melampui batas subjek dan
batas predikat. Frase adalah suatu komponen yang berstruktur, yang dapat
membentuk klausa dan kalimat (M.Asfandi Adul, 1990:41).
Frase
adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif
atau satu konstruksi ketatabahasaan yang berdiri atas dua kata atau lebih.
Frase terbentuk dari rangkaian kelas kata yang satu dengan yang lain, baik pada
posisi pertama maupun ke dua. Rangkaian kelas kata yang membentuk frase itu
mempunyai hubungan atributif, predikatif, dan posesif (Kailani Hasan, 1983:23).
Dari
beberapa pernyataan yang telah dikemukakan diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa frasa merupakan gabungan atau rangkaian kata yang tidak mempunyai batas
subjek dan predikat, yang biasanya rangkaian kata tersebut mempunyai satu makna
yang tidak bisa dipisahkan.
2.1.3 Klausa
Klausa
adalah satuan gramatikal yang setidak-tidaknya terdiri atas subjek dan
predikat. Klausa berpotensi menjadi kalimat. Klausa dapat dibedakan berdasarkan
distribusi satuannya dan berdasarkan fungsinya. Pada umumnya klausa, baik
tunggal maupun jamak, berpotensi menjadi kalimat. Kalimat inti terdiri atas
klausa tunggal, sedangkan kalimat majemuk terdiri atas lebih dari satu
klausa. Oleh karena itu, kalimat majemuk terdiri atas klausa-klausa yang
saling berhubungan.
Klausa ialah unsur kalimat, karena
sebagian besar kalimat terdiri dari dua unsur klausa. Unsur inti klausa adalah
S dan P. Namun demikian, S juga sering juga dibuangkan, misalnya dalam kalimat
luas sebagai akibat dari penggabungan klausa, dan kalimat jawaban.
Klausa adalah satuan sintaksis
berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif artinya, di dalam konstruksi
itu ada komponen berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat, dan
yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan sebagai keterangan.fungsi yang
bersifat wajib pada konstruksi ini adalah subjek dan predikat sedangkan yang
lain tidak wajib.
Sehigga dapat ditarik kesimpulan
bahwa klausa merupakan unsur kalimat yang mewajibkan adanya dua fungsi
sintaksis, yakni subjek dan predikat sedang yang lainnya tidak wajib. Penanda
klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu bisa juga tidak muncul
misalnya dalam kalimat jawaban atau dalam bahasa Indonesia lisan tidak resmi.
Klausa juga berpotensi menjadi kalimat tunggal karena didalamnya terdapat unsur
sintaksis yakni subjek dan predikat.
2.1.4 Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan,
yang mengungkapkan pikiran yang utuh (Diana Nababan, 2008:82).
Kalimat adalah tuturan yang mempunyai arti penuh dan turunnya
suara menjadi ciri sebagai batas keseluruhannya. Jadi, kalimat adalah tuturan
yang diakhiri dengan intonasi final (Kailani Hasan, 1983:23). Kalimat adalah suatu bentuk linguistik yang
terdiri atas komponen kata-kata, frase, atau klausa (M.Asfandi Adul, 1990: 41).
Jika
dilihat dari fungsinya, unsur-unsur kalimat berupa subjek, predikat, objek,
pelengkap, dan keterangan. Menurut bentuknya, kalimat dibedakan
menjadi kalimat tunggal serta kalimat majemuk.
Dapat
ditarik kesimpulan bahwa kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif
berdiri sendiri, mempunyai intonasi final, dan secara aktual ataupun potensial
terdiri atas klausa.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Fungsi Kajian Sintaksis
Fungsi kajian sintaksis terdiri dari beberapa komponen.
Diantaranya adalah subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan. Memperjelas
tentang hakikat dari subjek dan predikat, objek dan pelengkap, serta
keterangan. Semuanya akan dijelaskan sebagai berikut.
a. Subjek
dan Predikat
1. Subjek merupakan bagian yang
diterangkan predikat. Subjek dapat dicari dengan pertanyaan ‘Apa atau Siapa
yang tersebut dalam predikat’. Sedangkan predikat adalah bagian kalimat yang
menerangkan subjek. Predikat dapat ditentukan dengan pertanyaan ‘yang tersebut
dalam subjek sedang apa, berapa, di mana, dan lain-lain’.
2. Subjek berupa frasa nomina atau
pengganti frasa nomina. Sedangkan predikat bisa berupa frasa nomina, verba,
adjektiva, numeralia, atau pun preposisi.
3. Jika diubah menjadi kalimat tanya,
subjek tidak dapat diberi partikel -kah. Predikat dapat diberi partikel -kah.
Contoh
dari kalimat yang memiliki subjek dan predikat adalah, ‘Adik sedang makan’.
‘Adik’ menduduki fungsi subjek, sedangkan ’sedang makan’ menduduki fungsi
predikat.
‘Adik sedang makan.’
S P
b. Objek
dan Pelengkap
1. Objek berupa frasa nomina atau
pengganti frasa nomina, sedangkan pelengkap berupa frasa nomina, verba,
adjektiva, numeralia, preposisi, dan pengganti nomina.
2. Objek mengikuti predikat yang berupa
verba transitif (memerlukan objek) atau semi transitif dan pelengkap mengikuti
predikat yang berupa verba intransitif (tidak memerlukan objek).
3. Objek dapat diubah menjadi subjek dan
pelengkap tidak dapat diubah menjadi subjek.
c. Keterangan.
1. Keterangan adalah bagian kalimat
yang menerangkan subjek, predikat, objek atau pelengkap.
2. Berupa frasa nomina, preposisi, dan
konjungsi.
3. Mudah dipindah-pindah, kecuali
diletakkan diantara predikat dan objek atau predikat dan pelengkap.
Contoh kalimat yang memiliki keterangan adalah ‘Kemarin, Pak
Anwar membeli buah-buahan di pasar induk’. ‘Kemarin’ dan ‘di pasar induk’
merupakan keterangan, untuk ‘Pak Anwar’ menduduki fungsi subjek. Kata ‘membeli’
merupakan predikat dan ‘buah-buahan’ adalah fungsi objek.
‘Kemarin
, Pak Anwar membeli buah-buahan di pasar induk’.
Ket S P O Ket
3.2 Aspek-Aspek Sintaksis
Aspek-aspek
yang dikaji dalam sintaksis meliputi frasa, klausa, dan kalimat. Dibawah ini
merupakan uraian dari ketiga aspek tersebut.
3.2.1
Frasa
Frasa
dapat dihasilkan dari perluasan sebuah kata. Sebuah frasa dengan perluasannya
tidak menimbulkan jabatan atau fungsi lain sehingga tidak melebihi batas fungsi
semula. Jika perluasan itu ternyata menimbulkan jabatan fungsi baru atau
membentuk pola subjek-predikat, perluasan itu sudah menjadi klausa.
Contoh: karya
sastra (frasa)
diperluas
karya sastra indah itu (frasa)
karya sastra indah itu (frasa)
karya
sastra itu indah (klausa)
S P
Frasa
dapat dibagi atas empat jenis, sebagai berikut.
a. Frasa
Eksosentris
Frasa
Eksosentris, adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi dengan
unsurnya. Atau dapat diartikan frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai
prilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhan. Frasa ini tidak mempunyai unsur
pusat. Jadi, frasa eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai UP.
Contoh:
Sejumlah orang di gardu.
Menurut
Imam (2008 :1), Frase Eksosentris dibagi menjadi dua, yakni:
1. Frase Eksosentrik yang Direktif
Komponen
pertamanya berupa preposisi, seperti “di, ke dan dari” dan komponen berupa
kata/kelompok kata yang biasanya berkategori nomina.
Contoh:
di rumah
di rumah
dari pohon
mahoni
demi
kesejahteraan
2. Frase Eksosentrik yang Nondirektif
Komponen
pertamanya berupa artikulus, seperti “si” dan “sang” atau”yang”, “para” dan
“kaum”, sedangkan komponen keduanya berupa kata berkategori nomina, adjektiva
atau verba.
Contoh: si
kaya, para remaja kampung
Diana Nababan (2008:
84) dalam bukunya Intisari Bahasa
Indonesia, mengatakan bahwa jenis frasa eksosentris dapat dibedakan menjadi :
1) Frasa
ferbal adalah frasa yang intinya berupa kata kerja.
Contoh : Menangis keras
Sedang melamun
Dapat berjalan
2) Frasa
adjektiva adalah frasa yang intinya berupa kata sifat.
Contoh : Kasar sekali
Amat lembut
Sangat merdu
3) Frasa
nominal adalah frasa yang intinya berupa kata benda.
Contoh: Lapangan besar
Rumah besar
Sang pemimpin
4) Frasa
pronominal adalah frasa yang intinya berupa kata ganti.
Contoh : Kalian semua
Kamu dan dia
5) Frasa
adverbial adalah frasa yang intinya berupa kata keterangan.
Contoh : Lebih kurang
6) Frasa
numerial adalah frasa yang intinya berupa kata bilangan.
Contoh : Tujuh dan delapan
Empat belas
7) Frasa
interogativa adalah frasa yang intinya berupa kata tanya.
Contoh : Apa dan siapa
b. Frasa
Endosentris
Frasa endosentris adalah frasa yang
unsur-unsur pembentuknya dapat menggantikan kedudukan frasa itu secara
keseluruhan.
Contoh : Mereka menempati rumah baru.
Frasa rumah baru mempunyai inti. Mencari inti frasa dapat diuji dengan
membuat kalimat berterima dan tidak berterima:
a.
Mereka menempeti rumah
b.
Mereke menempeti baru
Kalimat
a mempunyai makna, berarti rumah
menjadi inti frasa. Kalimat b tidak berterima dan tidak mempunyai makna,
berarti baru bukanlah inti frasa.
Jenis frasa
endosentris:
1) Frasa
Endosentris Koordinatif
Masing-masing
unsur memiliki kedudukan sederajat yang tidak saling menerangkan unsur yang
lain. Sifat kesetaraan itu dapat dibuktikan oleh kemungkinan menyisipkan kata
penghubung dan atau.
Contoh : Anak
itu sudah tidak mempunyai ibu bapak.
(ibu dan bapak)
2) Frasa
Endosentris Apositif
Frasa yang
berhubungan antara unsur-unsurnya dapat saling menggantikan.
Contoh : Aminah,
Anak Pak Lurah sangat cantik.
Frasa anak Pak Lurah adalah unsur keterangan
tambahan untuk menerangkan aminah.
3) Frasa
Endosentris Atributif
Frasa yang salah
satu unsurnya dapat menggantikan frasa itu secara keseluruhan. Frasa ini
memiliki unsur pusat dan unsur atribut. Inti frasa ditandai dengan D (diterangkan)
dan unsur atribut ditandai dengan M (menerangkan)
Contoh: Rumahnya sangat besar
M D
Kata
sangat adalah atribut atau penjelas
untuk kata besar.
Contoh
: Anak nakal sangat
marah
M
D M D
c. Frasa
Ambigu
Frasa ambigu
adalah frasa yang menimbulkan makna ganda atau tidak jelas.
Contoh : Lukisan Ayah dipajang di ruang tamu.
Frasa lukisan ayah mempunyai makna:
1. Lukisan
milik Ayah
2. Lukisan
mengenai diri Ayah
3. Lukisan
buatan Ayah
d. Frasa
Idiomatik
Frasa idiomatic
adalah frasa yang mempunyai makna sampingan atau bukan makna sebenarnya.
Contoh : orang
tua itu sudah banyak makan garam
kehidupan.
3.2.2 Klausa
Klausa
merupakan bagian dari kalimat. Klausa memiliki unsur subjek dan predikat,
tetapi tidak mengandung intonasi, jeda, tempo, dan nada.
(a) Klasifikasi
Klausa
Ada lima
dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan klausa. Ketiga dasar itu
adalah:
1. Klasifikasi klausa berdasarkan
struktur internnya.
2. Klasifikasi klausa berdasarkan ada
tidaknya unsur negasi yang menegatifkan P.
3. Klasifikasi klausa berdasarkan
kategori frasa yang menduduki fungsi P.
4. Klasifikasi klausa berdasarkan
criteria tatarannya dalam kalimat.
5.
Klasifikasi
klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat.
Berikut hasil klasifikasinya:
1. Klasifikasi klausa berdasarkan
struktur internnya.
Klasifikasi
klausa berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti
klausa, yaitu S dan P. Dengan demikian, unsur ini klausa yang bisa tidak hadir
adalah S, sedangkan P sebagai unsur inti klausa selalu hadir.
Atas dasar itu, maka hasil
klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya, berikut klasifikasinya:
a) Klausa Lengkap
Klausa
lengkap ialah klausa yang semua unsur intinya hadir. Klausa ini
diklasifikasikan lagi berdasarkan urutan S dan P menjadi :
1. Klausa versi, yaitu klausa yang
S-nya mendahului P.
Contoh :
Kondisinya masih kritis.
Gedung itu sangat tinggi.
Sekolah itu masih rusak.
2. Klausa inversi, yaitu klausa yang
P-nya mendahului S.
Contoh :
Masih kritis kondisinya.
Sangat tinggi gedung itu.
Masih rusak sekolah itu.
b) Klausa Tidak
Lengkap
Klausa
tidak lengkap yaitu klausa yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya dalam
klausa ini yang hadir hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang lain
dihilangkan.
2.
Klasifikasi
klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan
P.
Unsur
negasi yang dimaksud adalah tidak, tak, bukan, belum,
dan jangan. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi
yang secara gramatik menegatifkan P menghasilkan :
a. Klausa Positif
Klausa
poisitif ialah klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang menegatifkan
P.
Contoh :
Bambang seorang pesepak bola tersohor.
Anak itu mengerjakan PR.
Mereka pergi ke toko.
b. Klausa Negatif
Klausa negatif ialah klausa yang
ditandai adanya unsur negasi yang menegaskan P.
Contoh :
Bambang bukan seorang pesepak bola
tersohor.
Anak itu belum mengerjakan PR.
Mereka tidak pergi ke toko.
Kata
negasi yang terletak di depan P secara gramatik menegatifkan P, tetapi secara
sematik belum tentu menegatifkan P. Dalam klausa Dia tidak tidur,
misalnya, memang secara gramatik dan secara semantik menegatifkan P. Tetapi,
dalam klausa Dia tidak mengambil pisau, kata negasi itu secara semantik
bisa menegatifkan P dan bisa menegatifkan O. Kalau yang dimaksudkan ‘Dia tidak
mengambil sesuatu apapun’, maka kata negasi itu menegatifkan O. Misalnya dalam
klausa Dia tidak mengambil pisau, melainkan sendok.
3. Klasifikasi klausa berdasarkan
kategori frasa yang menduduki fungsi P.
Berdasarkan
kategori frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat diklasifikasikan menjadi :
a) Klausa Nomina
Klausa nomina ialah klausa yang P-nya
berupa frasa yang termasuk kategori frasa nomina.
Contoh:
Pamannya petani di kampung
itu.
Bapak itu dosen linguistik.
b) Klausa Verba
Klausa verba ialah klausa
yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa verba.
Contoh :
Dia membantu para korban banjir.
Pemuda itu menolong nenek tua.
Klausa verba dibagi menjadi beberapa
tipe, yakni:
a. Klausa Transitif
Adalah
klausa yang predikatnya berupa verba transitif.
Contoh: Adik menulis surat.
b. Klausa Intrasitif
Adalah
klausa yang predikatnya berupa verba intransitif.
Contoh: Adik menyanyi kakak sedang berdandan.
Contoh: Adik menyanyi kakak sedang berdandan.
c. Klausa Refleksif
Adalah klausa yang predikatnya
berupa verba refleksif.
Contoh: Kakak sedang berdandan.
d. Klausa Resiprokal
Adalah
klausa yang predikatnya berupa verba resiprokal.
Contoh: Orang itu bertengkar sejak tadi.
Contoh: Orang itu bertengkar sejak tadi.
c) Klausa Adjektiva
Klausa adjektiva ialah klausa yang
P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa adjektiva.
Contoh :
Paman sangat kurus.
Rumah itu sudah tua.
Ibu guru sangat baik.
d) Klausa Numeralia
Klausa
numeralia ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori
numeralia.
Contoh :
Anaknya empat orang.
Mahasiswanya sembilan orang.
Temannya dua puluh orang.
e) Klausa
Preposisiona
Klausa preposisiona ialah klausa
yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa preposisiona.
Contoh :
Kertas itu di bawah meja.
Baju saya di dalam lemari.
Orang tuanya di Surabaya.
f) Klausa Pronomia
Klausa pronomial ialah klausa yang P-nya
berupa frasa yang termasuk kategoi ponomial.
Contoh :
Hakim memutuskan bahwa dialah yang bersalah.
Sudah diputuskan
bahwa ketuanya kamu dan wakilnya saya.
4. Klasifikasi klausa berdasarkan
potensinya untuk menjadi kalimat
Klasifikasi
klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat dapat dibedakan atas :
a.
Klausa
Bebas
Klausa
bebas ialah klausa yang memiliki subjek dan predikat, sehingga berpotensi untuk
menjadi kalimat mayor. Jadi, klausa bebas memiliki unsur yang berfungsi sebagai
subyek dan yang berfungsi sebagai predikat dalam klausa tersebut. Klausa bebas
adalah sebuah kalimat yang merupakan bagian dari kalimat yang lebih besar.
Dengan perkataan lain, klausa bebas dapat dilepaskan dari rangkaian yang lebih
besar itu, sehingga kembali kepada wujudnya semula, yaitu kalimat.
Contoh :
Anak itu badannya panas,
tetapi kakinya sangat dingin.
Dosen kita itu rumahnya di
jalan Ambarawa.
Semua orang mengatakan bahwa dialah
yang bersalah.
b.
Klausa terikat
Klausa terikat ialah klausa yang
tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor, hanya berpotensi untuk
menjadi kalimat minor karena strukturnya tidak lengkap. Kalimat minor adalah
konsep yang merangkum: pangilan, salam, judul, motto, pepatah, dan kalimat
telegram.
Contoh :
Semua murid sudah pulang kecuali yang
dihukum.
Semua tersangkan diinterograsi,
kecuali dia.
Ariel tidak menerima nasihat dari
siapa pun selain dari orang tuanya.
5. Klasifikasi klausa berdasarkan
criteria tatarannya dalam kalimat.
Berdasarkan tatarannya dalam kalimat, klausa dapat dibedakan
atas :
a. Klausa Atasan
Klausa
atasan adalah klausa yang dapat berdiri sendiri sebagai kalimat.
Contoh
: Irwan datang ketika kami
sedang menonton film.
Klausa Atasan
b. Klausa Bawahan
Klausa bawahan ialah klausa yang belum lengkap isinya.
Klausa ini tidak dapat berdiri sendiri.
Contoh : Irwan datang ketika kami sedang menonton film.
Klausa Bawahan
(b) Analisis
Klausa
Klasifikasi
klausa dapat dianalisis berdasarkan tiga dasar, yaitu berdasarkan fungsi
unsur-usurnya, berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya, dan
berdasarkan makna unsur-unsurnya.
1. Analisis
Klausa Berdasarkan Fungsi Unsur-Unsurnya
Klausa
terdiri dari unsur-unsur fungsional yang di sini disebut S, P, O, pel, dan ket.
Kelima unsur itu tidak selalu bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-kadang
satu klausa hanya terdiri dari S dan P kadang terdiri dari S, P dan O,
kadang-kadang terdii dari S, P, pel dan ket. Kadang-kadang terdiri dari P saja.
Unsur fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P.
a. S dan P
Contoh : Budi tidak berlari-lari ≈ Tidak berlari-lari Budi
S P P S
Badannya sangat lemah ≈ Sangat lemah badannya
S P P S
b. O dan Pelengkap
P mungkin
terdiri dari golongan kata verbal transitif, mungkin terdiri dai golongan kata
verbal intransitif, dan mungkin pula terdirri ari golongan-golongan lain.
Apabila terdiri dari golongan kata verbal transitif, diperlukan adanya O yang
mengikuti P itu.
Contoh :
Kepala Sekolah akan
menyelenggarakan pentas seni.
S P O
Pentas seni akan
dislenggarakan kepala sekolah
S P O
c. Keterangan
Unsur
klausa yang tidak menduduki fungsi S, P, O dan Pel dapat diperkirakan menduduki
fungsi Ket. Berbeda dengan O dan Pel yang selalu terletak di belakang dapat,
dalam suatu klausa Ket pada umumnya letak yang bebas, artinya dapat terletak di
depan S, P dapat terletak diantara S dan P, dan dapat terletak di belakang
sekali. Hanya sudah tentu tidak mungkin terletak di antara P dan O, P dan Pel,
karena O dan Pel boleh dikatakan selalu menduduki tempat langsung dibelakang P.
Contoh :
Akibat banjir desa-desa itu hancur
Ket S P
Desa-desa itu hancur akibat banjir
S P O
2. Analisis Klausa Berdasarkan Kategori
Kata atau Frase yang menjadi Unsurnya.
Analisis
kalusa berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsur-unsur klausa ini
itu disebut analisis kategorional. Analisis ini tidak terlepas dari analisis
fungsional, bahkan merupakan lanjutan dari analisis fungsional.
3.
Analisis
Klausa Berdasarkan Kategori Makna dan Unsur-Unsurnya
Dalam
analisis fungsional klausa dianalisis berdasarkan fungsi unsur-unsurnya menjadi
S, P, O, Pel dan Ket dalam analisis kategorial telah dijelaskan bahwa fungsi S
terdiri dari N, fungsi P terdiri dari N, V, Bil, FD, fungsi O terdiri dari N,
fungsi Pel terdiri dari N, V, Bil dan fungsi ket terdiri dari Ket, FD, N.
3.2.3
Kalimat
Kalimat adalah
satuan gramatik yang ditandai adanya kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang
menunjukkan bahwa kalimat itu sudah selesai (lengkap).
a. Ragam
Kalimat
Berdasarkan
jenisnya, kalimat dapat dibagi menjadi beberapa jenis:
1. Kalimat
Tunggal
Kalimat tunggal
adalah kalimat yangt mempunyai satu subjek dan satu predikat serta mengandung
satu maksud.
Contoh :
Koko
pergi ke pasar
S P Ket
Toni menanam biji
jarak di kebun
S P O Ket
Berdasarkan
predikatnya, kalimat tunggal terbagi atas:
a. Kalimat
nominal adalah kalimat yang predikatnya berupa kata benda.
Contoh: Ayahnya seorang pelukis.
Yang berbaju
biru itu, Pak Yandi.
b. Kalimat
verbal adalah kalimat yang predikatnya
berupa kata kerja.
Contoh : Ani suka makan bakso.
Rino belajar aritmetiak.
c. Kalimat
adjectival adalah kalimat yang predikatnya berupa adjektiva atau kata sifat.
Contoh : Soal ini sulit sekali.
Tekatnya sangat kukuh.
2. Kalimat
Majemuk
Kalimat majemuk
adalah kalimat yag terdiri atas dua pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk
tersusun dari beberapa kalimat tunggal. Kalimat majemuk dapat dibedakan atas:
a. Kalimat
majemuk setara/koordinatif.
Kalimat majemuk setara
adalahkalimat yang pola-pola kalimatnya memiliki kedudukan yang sederajat.
Berdasarkan kata penghubungnya, kalimat majemuk setara terbagi lagi menjadi
beberapa bagian yaitu:
1.
Kalimat majemuk penjumlahan, ditandai
oleh kata hubung dan, lalu, kemudian, dan
sebagainya.
Contoh:
Pak Heru membacakan soal dan siswa mendengarkan dengan saksama.
2. Kalimat
majemuk pemilihan, ditandai oleh kata hubung atau.
Contoh : Kamu maupesan soto ayam atau soto sapi.
3. Kalimat
majemuk pertentangan, ditandai oleh kata hubung tetapi dan melainkan.
Contoh
: Ayah sering menasihatinya, tetapi
dia tetap tidak mau berubah.
b. Kalimat
Majemuk Bertingkat/ Subkoordinatif.
Kalimat majemuk
bertingkat adalah kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih yang
tidak sederajat. Salah satu pola menduduki fungsi utama kalimat, yang lazimnya
disebut dengan induk kalimat, sedangkan pola yang lain yang lebih rendah
kedudukannya disebut anak kalimat.
Fungsi itu sekaligus menunjukan
relasi antara induk kalimat dan anak kalimat. Kalimat majemuk bertingkat
terbagi menjadi:
1. Kalimat
majemuk hubungan waktu, ditandai oleh kata hubung setelah, sewaktu, sejak, mankala, ketika, dan sebagainya.
Contoh : Ia menjadi sebatang kara`
sejak ayah dan ibunya meninggal.
2. Kalimat
majemuk hubungan syarat, ditandai oleh konjungsi jika, seandainya, andaikan, asalkan, apabila.
Contoh
: Kamu boleh membeli sepeda asalkan nilai rapormu bagus.
3. Kalimat
majemuk hubungan tujuan ditandai oleh konjungsi agar, supaya, dan biar.
Contoh : Minumlah obat itu agar kamu cepat sembuh.
4. Kalimat
majemuk hubungan konsesif, ditandai oleh konjungsi walaupun, meskipun, sekalipun, biarpun, kendatipun dan sungguhpun.
Contoh:
Dia tetap teguh pada pendiriannya walaupun setiap orang menantangnya.
5.
Kalimat majemuk hubungan
perbandingan, ditandai oleh kata penghubung daripada,
ibarat, seperti, bagaikan, laksana, sebagaimana.
Contoh:
Daripada kamu duduk-duduk saja, lebih
baik kamu bantu ibumu merapikan taman.
6. Kalimat
majemuk hubungan penyebaban, ditandai oleh kata penghubung sebab, karena, oleh karena.
Contoh
: Saya tidak jadi berangkat ke Medan karena
ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan di sini.
7. Kata
majemuk hubungan akibat, ditandai oleh kata penghubung sehingga, sampai-sampai, maka.
Contoh
:
kamu
terlalu asyik menonton film sehingga
lupa sholat.
8. Kata
majemuk hubungan cara, ditandai oleh kata penghubung dengan.
Contoh:
Gelandangan itu tidur di emperan
toko dengan beralaskan koran.
9. Kata
majemuk hubungan sangkalan, ditandai oleh konjungsi seolah-olah, seakan-akan.
Contoh:
Dia diam saja seakan-akan dia tidak mengetahui persoalan yang terjadi.
10. Kalimat
majemuk hubungan kenyataan, ditandai oleh konjungsi padahal, sedangkan.
Contoh:
Pura-pura tidak tahu padahal dia tahu banyak.
11. Kalimat
majemuk hasil, ditandai oleh konjungsi makanya.
Contoh
:
Kamu susah sekali makan, makanya
lambungmu sering sakit.
12. Kalimat
majemuk hubungan penjelasan, ditandai oleh kata penghubung bahwa, yaitu.
Contoh
:
Kamu
harus tahu bahwa kamu adalah putera
Pak Sanjaya.
13. Kalimat
majemuk hubungan atributif, ditandai oleh konjungsi yang.
Contoh
:
Pemuda
yang berdiri di dekat pohon itu, kekasih Andria.
c. Kalimat
Majemuk Campuran
Kalimat majemuk
campuran adalah gabungan antara kalimat majemuk setara dengan kalimat majemuk bertingkat.
Contoh
:
Artis cantik itu hanya bisa diam
lalu pergi begitu saja ketika beberapa wartawan menanyainya.
3. Kalimat
Langsung
Kalimat langsung
adalah kalimat yang menirukan ujaran orang lain.
Contoh :
Ibu
berkata “Saya tidak senang melihat rambut
gondrong”.
4. Kalimat
Tidak Langsung
Kalimat tidak langsung adalah kalimat yang
menyampaikan kembali ujaran orang lain.
Contoh:
Ibu
mengatakan bahwa Ia tidak senang melihat rambut gondrong.
5. Kalimat
Aktif
Kalimat aktif
adalah kalimat yang subjeknya menjadi pelaku. Ciri utama kalimat aktif adalah
predikatnya berupa kata dasar atau berimbuhan me(N)- dan ber-.
Contoh :
Ibu sedang
membuat martabak telur.
Andika senang makan kerang.
Medi tinggal di jalan Solontongan.
Berdasarkan
hubungan antara predikat dan objeknya, kalimat aktif terbagi menjadi:
a. Kalimat
aktif transitif, adalah kalimat aktif yang predikatnya mutlak membutuhakan
objek.
Contoh
:
Andre
memperkenalkan Hendra kepada teman-
P O
temannya.
b. Kalimat
aktif semitransitif, adalah kalimat aktif yang predikatnya memerlukan
pelengkap.
Contoh: Negara Indonesia berlandaskan
hukum.
P Pel
c. Kalimat
aktif dwitransitif, adalah kalimat aktif yang predikatnya membutuhkan objek dan
pelengkap.
Contoh
: Petugas itu memperbolehkan saya merokok di
P O Pel
ruangan
ini.
6. Kalimat
Pasif
Kalimat pasif adalah kalimat yang
subjeknya dikenai pekerjaan.
Ciri-ciri
kalimat pasif adalah sebagai berikut:
a. Predikatnya
berisi kata kerja berawalan di-, ter-, dan kofiks
ke-an.
Contoh
:
Ina
kehujanan tadi malam.
b. Bentuk
diri atau persona ku-, kau-.
Contoh
:
Coba
kau lihat bunga ini.
Kalimat
aktif dapat diubah menjadi kalimat pasif. Caranya adalah sebagai berikut:
a. Tukarkan
pengisi subjek (S), dengan pengisi objek (O).
b. Ganti
awalan me- dengan di- pada predikat.
c. Tambahkan
kata oleh di belakang predikat (manasuka).
Contoh:
Pemerintah
mencanangkan Progam Indonesia Sehat 2010. (Aktif)
S P O
Progam Indonesia Sehat
2010
dicanangkan (oleh) pemerintah. (Pasif)
O P S
Jika subjek pada kalimat aktif berupa
kata ganti aku, saya, kami, kita, engkau,
kamu, anda, dia, beliau, atau mereka. Berlaku kaidah berikut:
a. Ubah
pola SPO menjadi OSP.
b. Hapus
awalan meN- dari P
c. Rapatkan
S dan P tanpa kata pemisah apapun. Jika semula mula predikatnya mengandung kata
bantu seperti akan, dapat, atau kata
ingkar tidak, letakan kata-kata tersebut sebelum S.
d. Gantikan
aku dengan ku- dan engkau dengan kau (manasuka).
Contoh:
Mereka sedang menyelesaikan tugas yang sangat mulia.
S P O
(aktif)
Tugas
yang sangat mulia sedang mereka selesaikan. (Pasif)
7. Kalimat
Mayor
Kalimat mayor adalah kalimat
sekurang-kurangnya mejangandung dua unsur pusat, dapat berupa S-P, S-P-O atau
S-P-O-K.
Contoh
:
Saya
mengantuk.
Presiden
berkunjung ke Australia.
Saya
meminjam novel dari perpustakaan.
8. Kalimat
Minor
Kalimat Minor adalah kalimat yang
mengandung satu unsure pusat. Unsur
pusat tersebut biasanya berupa predikat.
Contoh
:
Pergi!
Tidur!
Minggu
depan.
Berdasarkan
fungsi dan tujuannya, ragam kalimat dibedakan atas:
1. Kalimat
Berita
Kalimat berita
adalah kalimat yang isinya memberitahukan suatu kejadian atau suatu keadaan.
Dalam bentuk tulisan kalimat berita diakhiri dengan tanda titik (.), sedangkan
dalam bentuk lisan, nadanya naik di akhir kalimat.
Contoh: Harga
BBM akan dinaikkan mulai bulan Mei 2008.
2. Kalimat
Perintah
Kalimat perintah
adalah kalimat yang berisikan perintah atau seruan untuk melakukan sesuatu.
Kalimat berita dalam bentuk tulisan diakhiri tanda seru (!) atau titik (.).
Ciri-ciri kalimat perintah:
a. Predikatnya
menggunakan partikel –lah.
b. Dapat
menggunakan kata tolong, coba, atau silakan untuk memperhalus kalimat.
c. Kalimat
perintah larangan sering didahului oleh kata
jangan.
Contoh
: Jangan bermain di sini!
Tulislaah
namamu di kertas ini!
Tolong
ambilkan kertas itu!
3. Kalimat
Tanya
Kalimat Tanya
adalah kalimat yang berisikan pertanyaan seseorang kepada orang lain.
Cara membuat kalimat tanya:
a. Membalikkan
urutan kata lalu ditambah partikel –kah.
Contoh :
Kakak membeli mobil baru.
Menjadi : Membeli mobil barukah
kakak?
b. Menggunakan
kata tanya apa, siapa, beberapa, kapan,
mengapa, bagaimana, di mana, dan sebagainya.
Contoh : Kapan kamu datang?
Bagaimana cara menanam jagung?
c. Menambahkan
partikel –kah pada kata tanya.
Contoh : Dimanakah dia berada?
Siapakan pemenang pertandingan
sepak bola kemarin?
d. Menggunakan
kata bukan atau tidak.
Contoh : Sepatu ini milikmu, bukan?
Kamu ini serius tidak?
e. Mengubah
intonasi kalimat.
Contoh :
Rino sedang tidur.
Menjadi : Rino sedang tidur?
4. Kalimat
Seru
Kalimat seru adalah kalimat yang
mengungkapkan perasaan.
Contoh : Wah, luar biasa
pertandingan itu.
5. Kalimat
Empatik
Kalimat empatik
adalah kalimat yang memberikan penegasan khusus kepada subjek.
Contoh : Kami lah yang terlambat
datang.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi sintaksis
adalah subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan. Sintaksis terdiri
dari frasa, klausa, dan kalimat. Dari frasa, klausa dan kalimat memiliki
pengertian dan jenis-jenisnya.
Frasa
merupakan gabungan dua kata atau lebih yang menempati satu fungsi dan tidak
melebihinya. Sedangkan klausa merupakan unsur kalimat yang mewajibkan adanya
dua fungsi sintaksis, yakni subjek dan predikat sedang yang lainnya tidak
wajib. Untuk kalimat yaitu satuan gramatik yang ditandai adanya kesenyapan awal
dan kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat itu sudah selesai
(lengkap).
4.2
Saran
Dengan disusunnya makalah “sintaksis” ini kami
mengharapkan pembaca dapat mengetahui kajian sintaksis dan pembaca dapat
mengetahui sebenarnya sintaksis itu erat hubungannya dengan bahasa yang kita
gunakan sehari-hari.
Makalah ini kami susun hanya berdasarkan
sumber-sumber yang kami dapatkan dan makalah ini mungkin masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, jika pembaca mendapatkan sumber-sumber lain yang
dapat mendukung perbaikan makalah ini, kami selaku penulis mengucapkan terima
kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Blinksastrakumaster.
2011. Sintaksis. Diunduh 15 September
dari http://blinksastrakumaster1988.blogspot.com.
Zaenal
Arifin dan Junaiyah. 2008. Sintaksis.
Jakarta: Grasindo
Kailani
Hasan. 1983. Morfologi dan Sintaksis
Bahasa Melayu Riau. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
M. Asfandi Adul. 1990. Morfologi dan Sintaksis Bahasa Bulungan. Jakarta :
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Nur
Khairinnisa. 2011. Konsep dan Jenis-Jenis
Frasa. Diunduh 15 September 2012 dari http://www.
Blogger.com.
Rachmadrivai.
2011. Sintaksis Bahasa Indonesia (frasa).
Diunduh 15 September 2012 dari http://rachmadrivai.wordpress.com.
Diana
Nababan. 2008. Intisari Bahasa Indonesia.
Jakarta : Kawan Pustaka.
Henry
Guntur Tarigan. 1984. Pengajaran
Sintaksis. Bandung: Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar