ROBOHNYA
SURAU KAMI
Judul :
Robohnya Surau Kami
Pengarang :
A.A. Navis
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun
Terbit :
Tahun 2005
Jumlah
halaman : 148 (vi+142) halaman
ISBN :
979-403-046-5
Sinopsis : Robohnya Surau Kami adalah novel yang
didalamnya terdiri dari beberapa cerita pendek. Diantaranya:
v Sub
Judul : Robohnya Surau kami
Tokoh :-Aku
-Kakek
-Haji Saleh
-Ojo Sidi
Sinopsis :
Seperti rumah
yang di tinggal penghuninya. Surau yang dulunya digunakan untuk beribadah kini
hanya dipakai untuk sekedar bermain anak-anak. Tidak ada lagi panggilan adzan,
sholat berjamaah, dan lantunan ayat-ayat suci Al-quran. Bahkan jika ada ibu-ibu
yang membutuhkan kayu bakar, tak segan-segan mengambil salah satu bagian dari
tiang-tiang surau yang mulai lapuk dan hampir roboh. Tak ada lagi yang mau
peduli terhadap surau tempat beribadah itu. Itulah pemandangan yang bisa
dilihat dari surau seorang kakek setelah dia meninggal. Tetapi sebagai garin kakek itu begitu di kenal. Orang
lebih mengenalnya sebagai pengasah pisau.
Sebelum kakek
meninggal kakek sempat bercerita tentang Ojo Sidi. Ojo sidi adalah seorang
pembual yang datang kepada kakek sebelum kakek meninggal. Ojo sidi mengisahkan
tentang kejadian Haji Shaleh di akhirat ketika dia dimasukan dalam neraka dan
Haji Saleh tidak menerimanya karena Haji Shaleh merasa dia adalah seorang yang
rajin beribadah. Tak sekalipun Haji Shaleh meninggalkan kewajiban Tuhan. Bahkan
setiap waktunya hanya untuk menyembah Tuhan. Kemudian Haji Saleh datang
menuntut kepada Tuhan atas semua apa yang dia kerjakan. Ternyata apa yang
dikerjakan itu justru salah. Haji Saleh tidak seharusnya hanya mementingkan
dirinya sendiri untuk beribadah dan sembahyang setiap waktunya demi masuk surga.
Dan melupakan kewajibannya kepada anak dan isrtinya sehingga jatuh dalam
kemelaratan. Itu yang membuat haji Saleh di masukan dalam neraka. Padahal di
dunia ini hidup berkaum, bersaudara, tetapi Haji Saleh tidak mempedulikan
mereka sedikit pun.
Keesokan
harinya, kakek ditemukan meninggal dengan keadaan yang mengenaskan. Ia
menggorok lehernya dengan pisau cukur. Ternyata Ojo Sidi telah meninggalkan
pesan kepada istrinya untuk membelikan tujuh lapis kain kafan untuk kakek.
***
v Sub
Judul : Anak Kebanggaan
Tokoh : -Ompi
-Indra Budiman
-Aku
Ompi seorang yang lumayan memiliki banyak harta
karena pada masa mudanya dia bekerja menjadi klerk di kantor Residen. Setelah kematian istrinya seluruh
perhatian Ompi hanya tercurah pada anak laki-laki semata wayangnya itu. Ompi
berharap anak semata wayangnya itu menjadi orang yang sukses. Karena sifatnya
itu anaknya sering berganti-ganti nama. Mulanya anaknya diberi nama Edward.
Tetapi karena raja Inggris turun tahta diubahlah namanya menjadi Ismail. Dan
ketika terdengar kabar bahwa seorang yang bernama Ismail dihukum karena mencuri
dan membunuh, diubahlah nama anaknya itu menjadi Indra Budiman. Tetapi sang
anak meminta namanya diubah menjadi Eddy. Saat itu Ompi marah. Tetapi karena
anaknya meminta nama itu maka Ompi menuruti kemauan anaknya itu. Asalkan nama
belakangnya tetap ada tambahan Indra Budiman. Ompi juga bercita-cita suatu saat
nanti nama Indra Budiman akan mendapat tambahan dokter, sehingga menjadi
Dr.Indra Budiman.
Keinginan itu membuat Ompi menjadi sombong dan yakin
bahwa anaknya akan menjadi seorang dokter. Apalagi ketika Indra Budiman telah
berangkat ke Jakarta, Ompi semakin yakin bahwa anaknya akan berhasil. Rasa
sombong Ompi makin menjadi ketika datang surat dari anaknya yang berisi bualan
tentang prestasi. Ompi selalu membanggakan anaknya itu. Apapun yang dimiliki
oleh orang lain Ompi yakin bahwa anaknya dapat memiliki lebih dari yang orang
miliki. Telah banyak uang yang dikirimkan kepada anaknya itu demi mencukupi
kebutuhan di Jakarta. Padahal semua orang tahu bahwa mimpi Ompi hanya akan
menjadi mimpi belaka dan tidak akan pernah menjadi nyata. Bahkan ketika ada
orang membicarakan perilaku anaknya di Jakarta, Ompi malah menganggap semua
yang di katakana orang itu dusta dan hanya karena iri saja. Padahal pada
kenyataannya anaknya memang bejat.
Ompi merasa anaknya menjadi idaman setiap gadis.
Tapi pada kenyataannya hal itu sebaliknya. Hingga suatu ketika Ompi berkirim
surat kepada anaknya dengan melampirkan foto-foto gadis. Dikatakan kepada
anaknya bahwa foto-foto itu adalah foto gadis yang ingin meminang anaknya.
Padahal semua itu hanya omong kosong. Tak ada seorang gadis pun yang datang
melamar. Ompi tak peduli dengan foto-foto siapa saja yang dia kirim, bahkan
foto gadis yang telah meninggal sekalipun. Seperti Ompi yang percaya atas
bualan anaknya, si anak juga percaya terhadap bualan Ompi.
Tapi rupanya Tuhan masih mengasihani ayah yang
sayang terhadap putranya. Persis disaat Ompi kehabisan foto, surat dari anaknya
tak pernah datang lagi. Ompi sangat berharap mendapat surat dari anaknya. Telah
banyak surat yang dikirimkan Ompi kepada anaknya. Namun tak satupun balasan
yang diterima Ompi. Hingga suatu hari
ketika Ompi sudah putus asa, Pak Pos datang dengan tujuan mengembalikan
surat-surat yang dikirimkan kepada anaknya.
Semenjak kejadian itu tubuh Ompi makin melemah dan
akhirnya jatuh sakit. Ompi sangat berharap anaknya kembali dengan gelar dokter.
Hingga suatu hari datanglah telegram. Ompi tidak mau telegram itu dibacakan
karena Ompi takut lemas dalam kebahagiaan bahwa anaknya telah menjadi dokter.
Tapi pada kenyataannya bukan itu isi dari telegram itu. Telegram itu
memberitahukan bahwa Indra Budiman telah meninggal dunia.
Dan telegram itu dibawa ke bibirnya. Diciumnya
dengan mesra. Lama diciumnya seraya matanya memicing. Selama tangannya sampai
terkulai dan matanya terbuka setelah kehilangan cahaya. Dan telegram itu jatuh
dan terkapar dalam pangkuannya. (Hal.26)
***
v Subjudul
: Nasihat-nasihat
Tokoh : -Hasibuan
-orang
Tua
-Perempuan
Sinopsis
:
Hasibuan seorang pemuda yang menumpak di kamar depan
rumah seorang bapak, menceritakan kesulitan yang dialaminya. Hasibuan bertemu
seorang perempuan di dalam sebuah bis yang ditumpanginya. Ketika Hasibuan akan
berpisah dengan gadis itu, dia bertanya kemana gadis itu akan pergi. Tetapi
gadis itu justru menjawab dengan tegas kemana Hasibuan pergi kesana pula gadis
itu pergi. Orang tua itu menganggap bahwa gadis itu sudah tentu gila. Orang tua
itu kemudian menyarankan agar Hasibuan tidak menemui gadis itu lagi. Dan
Hasibuan mengikuti saran itu.
Ketika Hasibuan tidak lagi menemui gadis itu, malah
gadis itu yang kemudian datang kepada Hasibuan. Gadis itu datang ke kantor
Hasibuan. Hingga semua orang membicarakan Hasibuan. Hasibuan bermaksud untuk
mengembalikan gadis itu ke desa. Bahkan dia memberikan ongkos untuk pulang.
Tetapi gadis itu tidak mau. Gadis itu malah terus menangis didekat Hasibuan dan
tidak berkata apa-apa. Karena Hasibuan tidak tahu apa lagi yang harus dia
lakukan akhirnya Hasibuan memutuskan untuk membawa kerumah kenalannya.
Gadis desa yang semestinya pemalu, tahu adat, dan
berkesopanan tinggi tidak seharusnya berperilaku seperti itu. Begitulah nasihat
yang diberikan orang tua itu kepada Hasibuan. Hasibuan mengikuti nasihat orang
tua itu.
Setelah 3 hari lamanya tidak menemui orang tua itu
untuk meminta nasehat, orang tua itu menganggap masalah Hasibuan sudah selesai.
Tapi kemudian pada hari keempat Hasibuan datang dengan hati gundah. Dia
menceritakan kegundahannya karena seorang gadis. Orang tua itu kemudian
menyarankan Hasibuan untuk membawa gadis itu ke rumahnya.
Betapa senang hati orang tua itu ketika melihat perempuan
pilihan Hasibuan. Dan orang tua itu menyarankan untuk lekas menikahi perempuan
itu. Tetapi ketika tahu ternyata perempuan itu adalah perempuan yang ditemuinya
di dalam bis, bagai tersengat listrik hati orang tu itu. Terlihat dengan
gelagatnya membanting pintu kamar tidurnya.
v Subjudul : Topi Helm
Tokoh :-Gunarso/Tuan O.M./Si Topi Helm
-Pak Kari
-Masinis
Sinopsis :
Tuan Gunarso terkenal sangat ditakuti oleh
orang-orang yang bekerja satu bengkel dengannya. Karena Gunarso sering
menggunakan topi besar, kemudian Gunarso dijuluki dengan Si Topi Helm. Padahal
postur tubuh Gunarso pendek, tetapi tetap terlihat berwibawa. Ketika Si Topi
Helm datang, orang-orang yang berkerumun langsung saja tunggang langgang
meninggalkan tempat itu.
Tuan Gunarso mengepak barang
bawaannya karena dia akan berpindah tugas. Tetapi ada satu barang yang
terlupakan. Barang itu adalah Topi Helm. Karena tempat sudah tidak cukup untuk
mengepak topi itu, akhirnya Gunarso memutuskan untuk memberikan topi itu kepada
anak buahnya. Topi itu berpindah dari satu kepala ke kepala lainnya. dan
kebetulan Pak Kari yang sama pendeknya dengan Tuan O.M. memiliki kepala yang
sama besarnya pula, sehingga topi helm itu
menjadi hak Pak Kari.
Dengan memakai topi helm milik Tuan O.M. itu, Pak
Kari merasa dirinya melambung tinggi setinggi rumah dan badannya membesar
seperti gajah. Terlebih lagi Pak Kari yang seorang tukang rem itu takkan
membiarkan topi itu terkena hujan
setitikpun. Pak Kari merasa dirinya sebagai Gunarso. Dan pak Kari pun mendapat
julukan Si Gunarso.
Peristiwa tragis menimpa Pak Kari. Ketika itu Pak
kari mendapat tugas bekerja pada gerbong paling belakang. Saat itu rem kereta
api mengalami permasalahan yang harus ditangani Pak Kari. Ketika pak Kari
memperbaiki rem, tanpa disadari kereta api memasuki jembatan yang
berpelengkung. Lalu Pak Kari menarik badannya agar tidah tersambar pelengkungan
itu. Tapi ternyata topi helm yang dipakainya jatuh. Dan Pak Kari mencoba
mengambilnya.
Ketika kereta api sampai di setasiun, Pak kari sudah
tidak ada ditempatnya. Salah seorang tukang rem terakhir kali melihat pak Kari
sedang jongkok memperbaiki rem. Orang-orang mengira Pak Kari tersambar
pelengkungan seperti peristiwa beberapa tahun silam. Yang ditemukan tidak
bernyawa lagi.
Kemudian orang-orang itu memutuskan untuk kembali ke
tempat Pak Kari menghilang. Satu kilometer dari jembatan ditemukan Pak Kari
dengan badan yang basah kuyup dan dengan jalan yang gontai. Hanya karena menyelamatkan topi helmnya yang
jatuh, pak Kari akhirnya dipecat dari pekerjaannya. Bahkan topi helm milik pak
kari itu kemudian dibakar oleh si Masinis.
Bukan hanya itu saja pengorbanan pak Kari untuk topi helmnya. Dihari
selanjutnya pak Kari melihat seorang mandor memakai topi helm yang sama dengan
miliknya. Melihat hal itu pak Kari teringat peristiwa topi helm yang dibakar
oleh si Masinis. Ternyata api dendam pak Kari tak kunjung padam yang akhirnya
dilampiaskan dengan melempar bara arang ke muka masinis yang membakar topi
helmnya. Semenjak itu kehidupan yang gelap harus dijalani oleh mesinis itu.
ketika dilihatnya topi helm yang bertengger di kepala mandor itu, rasa bangga
muncul dihati pak kari. Dia merasa telah melaksanakan pembalasan yang setimpal.
***
v Subjudul : Datangnya dan Perginya
Tokoh : -Masri
-Ayah
Masri
-Arni
-Iyah
Sinopsis :
Hidup seorang
ayah menjadi berantakan ketika dia ditinggal istrinya menghadap yang kuasa.
Itulah yang dialami Ayah Masri. Sepeninggalan istrinya itu tak ada satupun
wanita yang mampu menggantikan ibu Masri. Meskipun berulang kali Ayah Masri
menikah dengan wanita lain, tapi kedudukan Ibu Masri tak pernah bisa
tergantikan. Hal tersebut malah membuat hidup ayah Masri semakin berantakan.
Terlebih lagi istri baru yang dinikahinya itu suka mengatur-atur kehidupan ayah
Masri yang kemudian menimbulkan bayak pertengkaran dalam rumah tangga keduanya.
Istri barunya itu kemudian diceraikannya dalam keadaan hamil. Karena merasa tak
cocok dengan beberapa wanita, ayah Masri lebih suka bergonta-ganti pasangan
yang sengaja dibayar. Masri yang penasaran tentang apa yang dilakukan ayahnya
itu kemudian melihat ayahnya melakukan perbuatan intim dengan wanita bayaran.
Perbuatan yang dilakukan Masri mendorong ayahnya untuk mengusir Masri dari
rumahnya.
Orang tua yang
merasa bersalah itu, akhirnya menyadari kesalahannya. dan bertobatlah ayah
masri. Harta bendanya dijual untuk disedekahkan. Masri yang telah pergi dari
rumah itu tak pernah sedikitpun melupakan ayah kandungnya. Beberapa surat telah
dilayangkan kepada ayahnya. Hingga Masri ingin ayahnya untuk datang ke
rumahnya. Undangan itu dipenuhi ayah Masri.
Sesampainya di
Rumah masri, yang ditemui ayah masri bukanlah anak yang dicarinya, melainkan
Iyah, istri yang telah diceraikannya dalam keadaan hamil. Yang lebih
mengagetkan lagi adalah Masri menikah dengan Arni, anak Iyah yang berarti anak
kandung dari Ayah Masri sendiri. Hal tersebut menoreh ilemma di hati Ayah
Masri. Di satu sisi hal itu melanggar ketentuan agama dan disisi lain
pernikahan itu telah membuahkan dua orang anak, Masra dan Irma. Seorang ayah
tak akan pernah tega menghancurkan
sebuah keluarga yang bahagia dengan mengatakan hal yang sebenarnya bahwa suami
istri itu sedarah. Itu pula yang dilakukan Iyah selama ini. Iyah juga tak
pernah mengatakan bahwa Masri da Arni itu sedarah. Kedua orang tua itu
memutuskan untuk tidak mengatakan kenyataan itu kepada kedua anaknya. Biarlah
Tuhan yang menghukum atas kesalahan kedua orang tua itu.
***
v Subjudul : Dari Masa ke Masa
Tokoh :
-Saya
Sinopsis :
Keadaan sekarang
dengan masa lalu sangatlah bertolak belakang. Dulu ketika seorang pemuda akan
melakukan sesuatu ada saja nasehat ini dan itu yang harus didengar dari
orang-orang yang lebih tua. Hal tersebut membuat dongkol pelakunya. Para orang
tua takut jika apa yang dilakukan putra putrinya itu keliru jika tak meminta
nasihat darinya.
Dalam semua
kegiatan haruslah meminta nasehat kepada para orang tua. Seperti bikin
sandiwara, ikut diskusi, mengadakan kursus, dan pameran. Jika tidak ikut, maka
harus memanggul senjata.
Para prajurit
jauga harus menerima ceramah yang panjang ketika akan pergi ke front. Ceramah
itu sungguhlah menyiksa terlebih lagi harus digigit kepinding ketika duduk
mendengarkan ceramah.
Lebih parahnya
lagi ketika ada pemuda yang sukses. Pemuda itu makin direpotkan oleh para orang
tua. Ada saja yang menggemborkan bahwa dia adalah anak asunya.
Akan
tetapi anak-anak muda sekarang berbeda
jauh dengan orang-orang dulu. Pendidikan orang muda sekarang jauh lebih tinggi
dan orang tua mereka yang kaya. Itu membuat mereka semakin dimanja oleh
fasilitas yang berdampak buruk pada sikap pemuda jaman sekarang baik dari
perkataan maupun perbuatan. Dulu pemuda seusia anak sekolah telah menjadi
komandan battalion. Dan anak-anak SMA dulu telah bisa menjadi seorang guru
bahkan direktur SMA swasta. Sedangkan anak-anak SMA sekarang tidak bisa berbuat
apa-apa. Dari sudut ini, Indonesia ternyata tidak semakin maju.
Ternyata
perlakuan orang-orang tua dahulu membawa dampakyang baik bagi pemuda jaman
dahulu. Perlakuan orang tua jaman sekarang justru membuat pemuda-pemuda
sekarang sulit terlepas dari sikap kekanak-kanakan.
***
v Subjudul :
Pada Pembotakan Terakhir
Tokoh :
-Kakek Montok
-Maria
-Nenek
-Mak
Pasah
-Ibu
Upik
-Upik
-Ayah
Upik
-Pak
Cik
-Si
Inah
Sinopsis :
Waktu merupakan
suatu ukuran yang tak mampu memisahkan ingatan dan kenangan akan
peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi dalam kehidupan. Meskipun waktu sudah berlalu, tetapi cerita
ini tetap tumbuh dalam ingatan walaupun pelakunya sudah tiada lagi. Sebuah
kisah yang benar-benar menggambarkan akan ketakutan anak jika ditinggal mati
oleh sang ibu. Takut akan peristiwa ketirian yang menonjolkan fantasi kekejaman
yang jarang ada, tetapi pernah ada.
Ibu Upik selalu suka membotaki kepala anaknya
sampai benar- benar terlihat licin yang dicukur oleh si tukang cukur bernama
Kakek Montok. Semenjak masih bayi,
setiap umur Upik bertambah setahun, ia
selalu mendapatkan hadiah kepala botak. Pembotakan pertama kali merupakan
perayaan tergemilang dalam segala perayaan untuknya. Semua orang berdatangan
ikut senang disuguhi makanan lezat. Diikuti juga doa dari seorang lebai
berjanggut panjang padahal belum pernah ke Mekah.
Tapi di kala pembotakannya yang terakir,
yaitu pada usianya menjadi tujuh tahun, sengaja tak dirayakan karena neneknya
telah dikuburkan orang lima belas hari sebelumnya. Namun hadiah pembotakan itu
terus berlanjut tanpa upacara dan pesta-pestaan. Hanya tiga orang saja yang
hadir dalam upacara tersebut yaitu Kakek Montok, Maria, dan ia sendiri. Maria
inilah yang menjadi bahan cerita celaka melalui upacara pembotakan itu. Maria
dan Upik merupakan teman sepermainan. Rumah Upik dan Maria saling membelakangi
dibatasi sebuah selokan yang besar sehingga untuk mendatangi rumah Maria, Upik
harus jalan berbelok dahulu untuk
melewati sepuluh buah rumah. Upik dan Maria jarang bergaul karena rumah
mereka berjauhan sehingga jarang Upik mengunjungi Maria. Walaupun Maria tiga
kali sehari datang ke rumah Upik, itu hanya untuk menjajakan kue buatan Mak
Pasah. Jika Upik sedang bermain di tepi selokan dan Maria sedang membung sampah
disaat itu lah mereka menggunakan kesempatan untuk bermain-main bersama. Dan
Upik langsung mengajari cara-cara bermain sembang, congklak, lore, dan basbal
yang sebelumnya Maria tidak pernah kenal sehingga ia jadi tahu. Seperti
biasanya setelah bermain dan Maria telah sampai di rumah terdengarlah suara
pekik dan raungan Maria sepilu hati. Oleh karena itu tidak jarang ibu melarang
meskipun hanya bercakap-cakap saja dengannya. Perilaku Mak Pasah kepada Maria
sangat kejam memukulnya dengan keras setiap ia pulang sehabis menjajakan kue
itu, suara pekik dan raungan Maria sepilu hati meminta ampun selalu terdengar
oleh keluarga Upik dari rumahnya ia hanya bisa menangis menahan sakit yang ia
rasakan. Maria hanyalah anak yatim piatu yang tinggal di rumah Mak Pasah hanya
untuk menjajakan kue buatannya di sepanjang jalan. Kue Maria selalu laku dan
orang suka membelinya karena orang tahu apabila kue itu tidak habis terjual
maka akan dipukuli oleh Mak Pasah.
Jika
ibu ada di rumah, terjadi lagi keributan di rumah Mak Pasah ibu selalau
menyuruh ke ruang depan hingga ia lupa akan kejadian di belakang rumah.
Terkadang ibu bertanya bahwa aku jangan suka nakal. Maria anak yatim piatu
karena itu ia di pukul. Sampai ibu menakutinya jika ia nakal maka ibu mati.
Ketakutan itulah yang selalu membayang-bayang dipikiran Upik.
Pagi hari, Maria
menjual penekuk, siang bubur delima dan sore limping. Tak perlu ia
meneriakinya. Ia hanya datang ke rumah orang sudah tentu orang akan membelinya
walaupun hanya sebuah. Ketika Upik pergi kerumah Maria bermaksud untuk membayar
kue limping yang ia belikan, sampailah ia di ambang pintu dapur Mak Pasah, ia
tak berani masuk karena melihat Maria sedang
dipukuli dengan menggunakan puntung api. Peristiwa itu terjadi sebelum hari
pembotakan terakhir Upik, jadi artinya empat belas hari sesudah Nenek
dikuburkan. Ketika kejadian itu Maria batuk-batuk dan mengeluarkan darah.
Setelah dua minggu aku di rumah Pak Cik, yang dibawa oleh ayahnya ke kota
kelahiran Upik, ibunya menjemputnya dan setelah ia pula ternyata Maria sudah
tak ada lagi. Semenjak itu Upik tak pernah lagi mendapatkan jajan tiga kali
sehari. Ibunya hanya membelikannya kue Si Inah setiap pagi. Mak Pasah sudah
mencari anak semang lain untuk menjual kue-kuenya, tapi orang-orang kampung
tidak ingin membeli kuenya lagi. Kejadian itu sudah dua puluh lima tahun
berlalu, ibu Upik sudah lama meninggal, tapi Mak Pasah tidak lagi menjual
kuenya. Kini ia beralih berdagang emas dan ia sudah kaya bersuami muda.
***
v Subjudul
: Angin dari Gunung
Tokoh :-Aku
-Nun
-Nenek
Sinopsis
:
Sejauh mataku
memandang, sejauh aku memikir, tak sebuah jua pun mengada. Semuanya mengabur,
seperti semua tak pernah ada tapi, angin dari gunung itu berembus juga. Angin
itu juga semuanya lewat tiada berkesan dan aku merasa diriku tiada. Angin dari
gunung datang lagi menerpa mukaku. Aku masih tinggal dalam diamku, aku kira dia
bekerja lagi. Aku tak pernah mau mengingatnya tapi, kini aku ingat lagi dan
memandang jauh ke arah gunung, saat itu seperti kita sekarang. Kita duduk
seperti ini juga tapi tempatnya bukan di sini. Aku masih ingat sekali kau
menggenggam jariku erat sekali.
Aku biarkan dia
tergenggam dan dalam tekanan genggamanmu, aku tahu kau mau bicara dan aku
menunggunya, tapi kau tak berkata apa-apa. Aku jadi sentimental dan hatiku berteriak, meneriakkkan seribu
kenangan yang datang mengharu biru. Kucoba membuang segala kesenduan, tapi aku
menjadi tambah tenggelam olehnya dan angin meniup lebih syahndu terasa. Serasa
ada nyanyian iba besertanya.
“Kau punya anak, punya istri dari itu
kau punya pegangan hidup, punya tujuan minimal, tapi yang terpenting kau punya
tangan hingga kau dapat mencapai apa saja yang kau mau. Sebagai suami, sebagai
ayah, sebagai laki-laki, sebagai manusia juga, seperti yang kita omongkan dulu,
kau dapat mencapai sesuatu yang kau inginkan”.
Alangkah indahnya hidup ini, kalau kita mampu
berbuat apa yang kita inginkan, tapi kini aku tentu saja tak dapat berbuat apa
yang kuinginkan. Masa mudaku habis sudah ditelan keberuntungan ini. Semuanya mau berjuang membunuh musuh demi
mendekatiku, tapi ketika musuh datang, aku kebetulan tak ada di sana, mereka
lari kehilangan keberanian. Pernah juga sekali aku berpikir-pikir, bahwa hidup
seperti itu tidaklah selamanya akan berlangsung. Suatu masa kelak akan berakhir
juga dan kalau perang sudah usai, aku ingin bersekolah lagi dan yang aku tahu
cuma tambah banyak ilmu, tambah banyak yang dapat diperbuat.
Matahari ketika itu sangat cerahnya. Bayangan pohon
manggis bertelau-telau pada rumput hijau. Di kiriku dia duduk mengunjurkan
kakinya. Kaki itu kaki yang dulu juga. Kaki yang pernah menggodaku dan sekarang
kaki itu terhampar begitu saja. Aku tak dapat memandangnya lama-lama, karena
kaki itu tidak bicara lagi kepadaku. Perasaanku tidak seperti dulu lagi. Justru
itulah yang menyebabkan aku merasa dipilukan perasaanku sendiri.
Aku ingin memandangnya tepat, hendak mencoba
menyatakan bahwa segalanya mempunyai alasan-alasan tertentu. Ingin aku
menentang matanya, hendak meyakinkannya, seperti pernah kulakukan dulu
kepadanya. Tidak tahu dibuntung awak,
gadis kecil berkata lagi sambil memandang padaku dengan curiga dan kebencian.
Aku jadi kaget, kalau gadis kecil semanis ini bisa bertingkah begitu terhadap
Nun. Kupandang wajah Nun yang berubah-ubah tapi cepat-cepat disembunyikanya
wajahnya dari pandanganku. Dia tidak menoleh lagi. Hilang di balik belukar itu
dan belukar itu bertambah ria menari ditiup angin dari gunung. Angin dari
gunung yang meniup belukar hingga bergoyang dan menari ria itu, angin itu juga
yang meniup aku, meniup Nun, dan meniup
gadis kecil itu.
***
v Subjudul
: Menanti Kelahiran
Tokoh :-Haris
-Lena
-Aisah
-Darma
-Perawat rumah sakit
Sinopsis
:
Pada bulan Maret di sore hari seorang perempuan muda
yang dari tadi duduk-duduk bersama suaminya di teras, sebagaimana dilakukannya
bila sore hari. Haris dan Lena sama membisu oleh keasyikan masing-masing,
memang laki-laki itu tidak peduli dengan istrinya yang ia tahu hanya membaca
Koran setiap saat. Dulu, sebelum merka menikah laki-laki itu jarang berda
dirumah, tapi semenjak mereka kawin dunianya adalah rumahnya sendiri. Lena
memang senang mendapatkan seorang suami yang tidak keluyuran, tapi Haris itu berkeluyuran
dengan bacaannya saja seperti Koran, majalah yang dilangganinya serta
buku-bukunya. Saat Lena mengajak Haris untuk keluar berjalan-jalan, tapi Haris
tidak mempedulikan perkataan Lena, Lena pun dengan suara keras mengulangi
kata-katanya tapi laki-laki itu tetap saja membaca Koran. Diantara mereka
hampir terjadi pertengkaran, tapi Haris kemudian memalingkan pandangannya ke
Korannya lagi dan tak peduli dan pada saat itu Lena dalam keadaan hamil.
Teringat akan kandungannya Lena, lalu ia ingat pula pada Aisah babunya yang
baru dua minggu, Aisah punya anak yang
berumur satu tahun dan rupa anak itu begitu jelek seperti kera tidak sebanding
dengan ibunya. Karena takut kelak anaknya seperti itu ia pun menahan amarahnya
dan kebenciannya sesuai apa pesan dari ibunya dulu. Dua minggu yang lalu ketika
Haris berangkat ke kantor, Lena sedang menyapu teras rumah datang seorang
perempuan yang kumal, kotor dan menjijikan menurutnya membawa seorang bayi dan
membimbing seorang anak lagi-laki yang kira-kira berumur sepuluh tahun yang
dikatakan bisu bernama Darma, mereka ingin menjadi babu di rumah itu dengan
penuh belas kasihan mereka memohon, karena Lena tidak mau di ejek oleh suaminya
karena selalu ragu-ragu, ia mengambil keputusan sendiri menerima mereka untuk
menunjukkan pada suaminya. Ketika Haris pulang alangkah tercengangnya ia
melihat perubahan Lena yang telah mampu bertindak sendiri.
Melihat perubahan istrinya haris mengajak istrinya
jalan-jalan sesuai permintaan Lena tadi dan mereka memilih untuk berjalan kaki
saja. Berdasarkan pengalaman mereka yang menitipkan rumah kepada kerabatnya,
ternyata beberapa minggu kemudian barang-barang dirumah mereka banyak hilang.
Mereka pun meninggalkan rumah dengan menguncikan semua pintu dan hanya babunya
Aisah yang ada dirumah. Waktu itu Lena benar-benar merasakan Haris adalah suami
yang ideal seperti yang diharapkannya dulu dan ia pun merasa senang dengan
suaminya lagi. Dalam perjalanan tiba-tiba Haris berhenti melangkah dan
dipegangnya lengan istrinya seraya memandang sekumpulan anak-anak serta tukang
becak bersukaan. Lena yang tak senang
dengan orang-orang seperti itu,ingin cepat pergi, tapi Haris masih tegak
mengamati kelompok itu. Mereka merasa mengenali salah satu dari kelompok anak
itu, Lena baru sadar ternyata selama ini mereka telah tertipu mentah-mentah
,ternyata anak yang dibawa babu yang bernama Darma itu tidak bisu. Kini harta
bendanya telah lenyap dicuri komplotan penipu itu. Karena memikirkan harta
bendanya yang ditinggalkan dirumah ia tak sadarkan diri.
Besoknya ketika
membuka mata perutnya tidak gendut lagi, dan ternyata anak mereka telah lahir
yaitu anak laki-laki persis seperti yang diinginkannya, tapi kelahiran bayi itu
tidak sempurna dan pertumbuhan bayi itu pun akan tidak normal.
***
v Subjudul
: Penolong
Tokoh :-Sidin
-Mak Gadang
-Orang Jepang
-Teman Sidin dalam
gerbong
Sinopsis
:
Sidin
berlari-lari sampai malam yang disertai hujan rintik-rintik bersama orang
banyak yang juga iku berlari. Mereka berlari karena ada kereta api jatuh di jembatan Lembah Anai. Peristiwa jatuhnya
kereta api ini sama terjadi pada enam bulan yang lalu yang ketika itu hujan
turun juga tapi peristiwa itu terjadi pada pagi hari. Kereta api yang sarat
oleh penumpang meluncur di rel yang licin oleh hujan yang turun terus sejak
siang pada jalan yang menurun di lereng lembah dan perbukitan, karena muatan
yang berlebihan sehingga kereta meluncur kian kencang dan disebuah tikungan
patah, lok lepas dari relnya mengenai lengkungan besi sebuah jembatan.
Lengkungan itu ambruk dan lok pun terjun ke sungai yang mengalir deras karena
hujan di hulu. Seluruh gerbong pun ikut terjun bertindihan, kecelakan tidak
bias dicegah lagi. Dalam perjalanannya Sidin belum sampai-sampai di tempat
tujuan karena ada larangan ia berbelok mencari jalan lain, tapi di tengah jalan
ia tertahan oleh rombongan yang telah kelelahan mengangkut para korban, dan ia
ikut menggotong korban ketempat penampungan di sebuah mesjid.
Ketika
itu zaman pendudukan Jepang, tidak ada angkutan umum selain kereta api. Pada
waktu Sidin sampai di tempat kecelakaan itu orang-orang belum banyak,
lampu-lampu penerang jalan tak kuasa memberikan penerangan bagi orang-orang
yang memerlukan pertolongan itu. Banyak korban yang dikeluarka dari gerbong
yang terguling bertindihan di bawah jembatan yang ambruk itu dan tidak
diketahui pasti apakah mereka masih hidup atau mati. Beberapa orang Jepang
dengan pakaian militernya hanya memilih Jepangnya saja dan digotong ke tepi
jalan raya diangkat cepat denag truk yang sudah disiapkan untuk diberi rawatan
di rumah sakit terdekat. Sedangkan korban yang lainnya hanya diurus oleh
bangsanya sendiri. Tiba-tiba terdengar da orang berteriak-teriak meminta
tambahan tenaga di dekat gerbong-gerbong yang berimpitan itu. Secara spontan
Siding berlari untuk membantu menggotong korban-korban kecelakaan itu,
ditemukan seorang korban yang merintih dan diperlukan tiga orang untuk
menggotongnya karena tubuhnya yang begitu berat. Salah satu yang menggotong itu
kenal dengan korban yang namanya Mak Gagang yang dikenal sebagai pencatut dan
lebih terkenal sebagai pencari perempuan untuk orang-orang Jepang dan mendapatkan
upah dengan menjual barang-barang curian milik Jepang langganan itu, tapi
nyawanya tak terselamatkan juga.
Mayat
bertambah banyak yang bertumpuk di tempat Mak Gagang tadi. Rasa dingin malam
kembali menerpanya baju nya yang tadinya basah oleh gerimis menjadi kering
karena hujan telah berhenti. Sidin meresa lapar akhirnya ia menuruni tebing
sungai di bawah jembatan teringat akan mayat-mayat yang terendam air sungai ia
pun tidak jadi meminumnya, dan ia menuju ke kaki bukit akhirnya ditemukannya pancuran air dan meminumnya dengan puas.
Kemudian barulah ia dapat melihat situasi yang terjadi dengan jelas. Seorang
serdadu Jepang menyuruh Sidin untuk memasuki gerbong paling bawah yang terjepit
antara gerbong barang dan gerbong penumpang, ia memasuki gerbong itu melewati
beberapa jendela yang telah dibongkar tiang pembatasnya, ketika masuk hanya ada
seorang penolong yang berada di sana dan Sidin yang merupakan anak termuda yang
menolong. Tiba-tiba terdengar suara mengerang-ngerang diantara tumpukan korban
ternya seorang gadis kecil yang terjepit diantar tumpukan mayat, walau
bagaimana pun usaha yang dilakukan tetapi gadis itu tidak dapat dilepaskan dari
jepitan itu, teman Sidin yang bersama dengannya itu memotong kaki anak itu
menggunakan kampak. Setelah itu anak itu diberikanya kesempatan kepada Sidin
untuk menggotongnya keluar tapi ia terkejut melihat daging kaki anak itu
terpisah dengan anggota tubuh kaki anak itu dan tidak disangka gerbong itu
berguncang dan tumpukan mayat terguling menimpanya dan ia pun tak sadar diri.
Setelah
ia sadar ia sudah berada di rumah sakit, disana Sidin selalu teriak-teriak
mencari gadis kecil itu karena kakinya yang dipotong oleh teman digerbong itu.
Tapi anak itu selamat dan sudah pulang bersama kedua orangtuanya. Ketika di rumah
ia bertemu dengan teman di gerbong itu dan Sidin berteriak mengatakan orang itu
gila, dan orang pun menyangka kalau Sidin juga gila.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar