SITI NURBAYA
(Kasih Tak Sampai)
Sinopsis
Novel
Judul : Siti Nurbaya
Pengarang : Marah Rusli
Penerbit : Balai Pustaka
Tahun terbit : Tahun 2000
Jumlah halaman : 271 halaman
Tokoh novel
: -Siti Nurbaya
- Samsul Bahri
- Pak Ali
- Datuk Maringgih
-Bahtiar
-Sutan Mahmud
-Baginda Sulaiman
-Siti Maryam
-Bahtiar
-Sutan Mahmud
-Baginda Sulaiman
-Siti Maryam
-Arifin
-Alimah
-Pak Ali
-Zainularifin
-Bahtiar
-Pendekar Lima
-Pendekar Tiga
-Pendekar Empat
Sinopsis :
Baginda Sulaeman termasuk salah satu saudagar kaya
yang ada di Padang. Dia mempunyai seorang putri tunggal yang bernama Siti
Nurbaya. Mengingat Siti Nurbaya adalah putri tunggal, Baginda Sulaiman sangat
menyayangi putrinya itu. bersebelahan dengan rumah Baginda Sulaiman tinggal
seorang bangsawan yang kaya pula. Sultan Mahmud Syah, Penghulu yang sangat
disegani dan dihormati oleh penduduk di sekitarnya itu mempunyai seorang anak
bernama Samsul Bahri. Anak tunggal yang berbudi pekerti baik.
Hubungan kedua
keluarga itu sangatlah baik, begitu pula hubungan Syamsul Bahri dan Siti Nurbaya.
Sejak kanak-kanak sampai usia remaja persahabatan mereka semakin erat.
Persahabatan itu kemudian berkembang menjadi hubungan cinta. Namun, perasaan
itu baru mereka sadari ketika Syamsul Bahri akan akan berangkat ke Jakarta
untuk melanjutkan studinya.
Pada
suatu hari setelah pulang dari sekolah, Syamsul Bahri mengajak Siti Nurbaya ke
Gunung Padang bersama-sama dua orang temannya, yakni Zainularifin, anak seorang
jaksa kepala di Padang yang bernama Zainularifin akan melanjutkan sekolahnya ke
Sekolah Dokter Jawa di Jakarta. Sedang Bahtiar melanjutkan ke Sekolah Opzicther (KWS) di Jakarta pula. Syamsul
Bahri pun akan melanjutkan ke Sekolah Dokter tersebut. Pada hari yang
ditentukan, berangkatlah mereka bertamasya ke Gunung Padang. Ditempat itulah
Samsyul Bahri mengungkapkan isi hatinya kepada Siti Nurbaya. Kedua insan itu
kemudian mengungkapkan janji setia untuk sehidup semati.
Disisi
lain, keberhasilan Baginda Sulaiman mengundang rasa iri dihati Datuk Maringgih,
salah seorang saudagar di Padang yang kemudian berusaha untuk menjatuhkan
kedudukan Baginda Sulaeman. Ia menganggap Baginda Sulaeman sebagai saingannya
yang harus disingkirkan.
“Aku
sesungguhnya tidak senang melihat perniagaan Baginda Sulaiman, makin bertambah
maju, sehingga berani ia bersaing dengan aku. Oleh sebab itu, hendaklah ia di
jatuhkan”. Demikian datuk Maringgih berkata (hlm.92)
Maka dengan niat jahatnya itu Datuk Maringgih memerintahkan
beberapa orang suruhan, yaitu pendekar lima, pendekar empat, dan pendekar tiga
dan lainnya lagi untuk membakar toko dan kapal-kapal dagang milik Baginda Sulaeman.
Semuanya terbakar habis yang menyebabkan kebangkrutan bagi Baginda Sulaeman.
Betapa liciknya Datuk Maringgih, setelah kejadian itu ia
berpura-pura berbuat baik kepada Baginda Sulaeman dengan meminjamkan uang
kepada Baginda Sulaiman. Malangnya nasib Siti Nurbaya sehingga dia harus
menanggung beban utang dari ayahnya. Baginda Sulaeman yang terlanda bangkrut
tidak mampu lagi membayar utang kepada Datuk Maringgih. Hanya Siti Nurbaya yang
bisa melunasi utang dari ayahnya itu. Asalkan Siti Nurbaya mau menikah dengan
Datuk Maringgih, maka lunaslah utang yang melilit keluarga Baginda Sulaeman.
Disisi lain Syamsul Bahri kekasih Siti Nurbaya sangat
terpukul mendengar berita tentang kekasihnya yang telah diperistri orang.
Samsul Bahri yang sedang menuntut ilmu di Jakarta mengetahui kenyataan itu dari
surat yang dikirimkan oleh Siti Nurbaya kepadanya. Begitu juga yang dirasakan
oleh Siti Nurbaya. Siti Nurbaya sendiri hancur hatinya karena harus menjadi
korban dari musibah yang menimpa keluarganya. Siti Nurbaya harus menikah dengan
orang yang tidak dicintainya dan harus meninggalkan orang yang sangat
dicintainya.
Tidak lama dari peristiwa itu, ayah Siti Nurbaya jatuh sakit
akibat musibah yang beruntun itu. Sungguh sulit kenyataan yang harus dihadapi
oleh Siti Nurbaya. Musibah demi musibah menghampiri kehidupan keluarganya.
Setelah setahun di Jakarta, menjelang bulan puasa, pulanglah
Syamsul Bahri ke Padang. Setelah menjumpai orang tuanya semuanya sehat
walafiat, pergilah ia ke rumah Baginda Sulaeman, setelah ia mendengar dari ibunya
bahwa Baginda Sulaeman sakit. Sesampainya ke tempat yang dituju, dijumpainya
Baginda Sulaeman sedang terbaring karena sakit. Tak lama setelah kedatangan
Syamsul Bahri itu, maka berjumpalah Syamsul Bahri dengan Siti Nurbaya. Beberapa
hari kemudian, bertemu pula Syamsul Bahri dengan Siti Nurbaya, pertemuan itu
terjadi pada malam hari. Kedua remaja itu tidak mengetahui bahwa gerak-gerik mereka
sedang diikuti oleh Datuk Maringgih beserta kaki tangannya. Karena tak tahan
mereka itu menahan rindunya maka merekapun berciuman. Pada waktu itulah Datuk
Maringgih mendapatkan mereka dan terjadilah percekcokan, karena mendengar
kata-kata yang pedas dari Syamsul Bahri, maka Datuk Maringgih memukulkan
tongkatnya sekeras-kerasnya kepada Syamsul Bahri. Tetapi karena Syamsul Bahri
menghindarkan dirinya diambil menyeret Siti Nurbaya, maka pukulan datuk
Maringgih tidak mengenai sasarannya. Akibatnya tersungkurlah Datuk Maringgih.
Dengan segera Syamsul Bahri menendangnya, dan karena kesakitan, berteriaklah
Datuk Maringgih minta tolong. Mendengar teriakan Datuk Maringgih itulah maka
pada saat itu juga keluarlah Pendekar Lima dari persembunyiannya dengan
bersenjatakan sebilah keris.
Melihat Pendekar Lima membawa keris itu, berteriaklah Siti
Nurbaya sehingga teriakannya itu terdengar oleh para tetangga dan Baginda
Sulaeman yang sedang sakit itu, karena disangkanya Siti Nurbaya mendapat
kecelakaan maka bangkitlah Baginda Sulaeman dan segera ke tempat anaknya itu.
Tetapi karena kurang hati-hati, terperosoklah ia jatuh, sehingga seketika itu
juga Baginda Sulaeman meninggal. Ia dikebumikan di Gunung Padang.
Pada waktu Pendekar Lima hendak menikam Syamsul Bahri,
menghindarlah Syamsul Bahri ke samping. Dan pada saat itu juga ia berhasil
menyepak tangan Pendekar Lima, sehingga keris yang ada di tangannya terlepas.
Sementara itu datanglah para tetangga yang mendengar teriakan Siti Nurbaya
tadi. Melihat mereka datang, larilah Pendekar Lima menyelinap ke tempat yang
gelap.
Diantara para tetangga yang datang itu, kelihatan pula Sutan
Mahmud Syah yang hendak menyelesaikan peristiwa itu. Setelah ia mendengar
penjelasan Datuk Maringgih tentang soal anaknya itu, maka Syamsul Bahri oleh
Sutan Mahmud Syah tanpa dipikirkan masak-masak lebih dulu lagi dan dicaci maki
anaknya itu. Pada malam hari itu juga secara diam-diam pergilah Syamsul Bahri
ke Teluk Bayur untuk naik kapal pergi ke Jakarta. Pada pagi harinya ributlah
Siti Mariam mencari anaknya. Setelah gagal mencarinya di sana-sini, maka dengan
sedihnya, pergilah Siti Maryam ke rumah saudaranya di Padangpanjang. Di sana
karena rasa kepedihannya itu, ia menjadi sakit-sakit saja.
Sejak kematian ayahnya, Siti Nurbaya menujukan kekerasan
hatinya kepada Datuk Maringgih. Ia berani mengusir Datuk Maringgih dan tak mau
mengakui suaminya lagi. Dengan rasa geram hati dan dendam pulanglah Datuk
Maringgih ke rumahnya. Ia berusaha hendak membunuh Siti Nurbaya.
Setelah peristiwa pertengkaran dengan Datuk Maringgih itu
Siti Nurbaya tinggal di rumah saudara sepupunya yang bernama Alimah. Di rumah
itulah Siti Nurbaya mendapat petunjuk-petunjuk dan nasihat, antara lain ialah
untuk menjaga keselamatan atas dirinya, Siti Nurbaya dinasihati oleh Alimah
agar pergi saja ke Jakarta, berkumpul dengan Syamsul Bahri. Penunjuk dan
nasihat Alimah sepenuhnya diterima oleh Siti Nurbaya dan diputuskannya, akan
pergi ke Jakarta bersama Pak Ali yang telah berhenti ikut Sultan Mahmud Syah
sejak pengusiaran diri atas Syamsul Bahri tersebut. Kepada Syamsul Bahri pun ia
memberitahukan kedatangannya itu. Tetapi malang bagi Siti Nurbaya, karena
percakapannya dengan Alimah tersebut dapat didengar oleh kaki tangan Datuk
Maringgih yang memang sengaja memata-matainya.
Pada hari yang telah ditetapkan, berangkatlah Siti Nurbaya
dengan Pak Ali ke Teluk Bayur untuk segera naik kapal menuju Jakarta. Mereka
mengetahui bahwa perjalanan mereka diikuti oleh Pendekar Tiga dan Pendekar
Lima. Setelah Siti Nurbaya dan Pak Ali naik ke kapal dan mencari tempat yang
tersembunyi sekat Kapten kapal maka berkatalah Pendekar Lima kepada Pendekar
Tiga, bahwa ia akan mengikuti perjalanan Siti Nurbaya ke Jakarta, sedang
Pendekar Tiga disuruhnya pulang untuk memberitahukan peristiwa itu kepada Datuk
Maringgih. Setelah itu Pendekar Lima pun naik ke kapal dan mencari tempat yang
tersembunyi pula.
Pada suatu saat tatkala orang menjadi ribut akibat ombak
yang sangat besar, pergilah Pendekar Lima mencari tempat Siti Nurbaya. Setelah
ia mendapati Siti Nurbaya, iapun segera menyeret Siti Nurbaya hendak
membuangnya ke laut. Melihat kejadian itu Pak Ali membelanya, tetapi iapun
mendapat pukulan Pendekar Lima dan tak mampu melawannya karena Pendekar Lima
jauh lebih kuat daripadanya. Siti Nurbaya pun berteriak sekuat-kuatnya sampai
ia jatuh pingsan. Teriaknya itu terdengar oleh orang-orang yang ada dalam
kapal, lebih-lebih Kapten kapal itu. Karena takut ketehuan akan perbuatannya
itu, Pendekar Lima lari menyembunyikan dirinya. Siti Nurbaya akhirnya diangkut
orang ke suatu kamar untuk dirawatnya.
Akhirnya kapal pun tiba di Jakarta. Di pelabuhan Tanjung
Priok, Syamsul Bahri sudah gelisah menantikan kedatangan kapal yang ditumpangi
oleh kekasihnya itu. Setelah kapal itu merapat ke darat, maka naiklah Syamsul
Bahri ke kapal dan mencari Siti Nurbaya. Alangkah terkejutnya tatkala ia
mendengar dari Kapten kapal dan Pak Ali tentang peristiwa yang terjadi atas
diri Siti Nurbaya itu. Dengan diantar Kapten kapal dan Pak Ali, pergilah
Syamsul Bahri ke kamar Siti Nurbaya dirawat. Disitu dijumpainya Siti Nurbaya
yang masih dalam keadaan payah.
Pada saat itu tiba-tiba datanglah polisi mencari Siti
Nurbaya. Setelah berjumpa dengan Kapten kapal dan Syamsul Bahri, diberitahukan
kepada mereka itu bahwa kedatangannya mencari Siti Nurbaya itu ialah atas
perintah atasannya yang telah mendapat telegram dari Padang, bahwa ada seorang
wanita bernama Siti Nurbaya telah melarikan diri dengan membawa barang-barang
berharga milik suaminya dan diharapkan agar orang itu di tahan dan dikirim
kembali ke Padang. Mendengar itu mengertilah Syamsul Bahri bahwa hal itu tidak
lain akal busuk Datuk Maringgih belaka. Ia pun minta kepada Polisi itu agar hal
tersebut jangan diberitahukan dahulu kepada Siti Nurbaya, mengingat akan
kesehatannya yang menghawatirakan itu. Ia meminta kepada yang berwajib agar
kekasihnya itu dirawat dulu di Jakarta sampai sembuh sebelun kembali ke Padang.
Permintaan Syamsul Bahri itu dikabulkan setelah Dokter yang memeriksanya
menganggap akan perlunya perawatan atas diri Siti Nurbaya. Setelah Siti Nurbaya
sembuh, barulah diberitahukan hal telegram itu kepada kekasihnya. Kabar itu
diterima oleh Siri Nurbaya dengan senang hati. Ia bermaksud kembali ke Padang
untuk menyelesaikan masalah yang di dakwakan atas dirinya. Setelah permintaan
Syamsul Bahri kepada yang berwajib agar perkara kekasihnya itu diperiksa di
Jakarta saja tidak dikabulkan, maka pada hari yang ditentukan, berangkatlah
Siti Nurbaya ke Padang dengan diantar oleh yang berwajib. Dalam pemeriksaan di
Padang ternyata bahwa Siti Nurbaya tidak terbukti melakukan kejahatan seperti
yang telah didakwakan atas dirinya itu. Karena itulah Siti Nurbaya di bebaskan
dan disana ia tinggal di rumah Alimah
Pada suatu hari walaupun tidak disetujui Alimah, Siti
Nurbaya membeli kue yang dijajakan oleh Pendekar Empat, kaki tangan Datuk Maringgih.
Kue yang sengaja disediakan khusus untuk Siti Nurbaya itu telah diisi racun.
Setelah penjaja kue itu pergi, Siti Nurbaya makan kue yang baru saja dibelinya.
Setelah makan kue itu terasa oleh Siti Nurbaya kepalanya pening. Tak lama
kemudian Siti Nurbaya meninggal secara mendadak itu, terkejutlah ibu Syamsul
Bahri, yang pada waktu itu sedang menderita sakit keras, sehingga menyebabkan
kematiannya. Kedua jenajah itu dikebumikan di Gunung Padang disamping makam
Baginda Sulaeman.
Kabar kematian Siti Mariam dan Siti Nurbaya itu juga
dikawatkan kepada Syamsul Bahri di Jakarta. Membaca telegram yang sangat
menyedihkan itu, Syamsul Bahri memutuskan untuk bunuh diri. Sebelum hal itu
dilakukannya ia menulis surat kepada guru dan kawan-kawannya, demikian pula
kepada ayahnya di Padang, untuk minta dari berpisah untuk selama-lamanya.
Kemudian dengan menyaku sebuah pistol, pergilah ia ke kantor pos bersama
Zainularifin untuk memasukan surat. Kabar yang sangat menyedihkan itu
dirahasiakan oleh Syamsul Bahri sehingga Zainularifin pun tidak mengetehuinya.
Sesampainya ke kantor pos Syamsul Bahri minta berpisah dengan Zainularifin
sengan alasan bahwa ia hendak pergi ke rumah seorang tuan yang telah
dijanjikannya. Zainularifin memperkenankannya, tetapi dengan tak setahu Syamsul
Bahri, ia menikuti gerak-gerik sahabatnya itu, karena mulai curiga akan maksud
sahabatnya itu.
Pada suatu tempat di kegelapan, Syamsul Bahri berhenti dan
mengeluarkan pistolnya dan kemudian menghadapkan ke kepalanya. Melihat itu
Zainularifin segera mengejarnya sambil berteriak. Karena teriakan Zainularifin
itu, peluru yang telah meletus itu tidak mengenai sasarannya. Akhirnya kabar
tentang seorang murid Sekolah Dokter Jawa Di Jakarta yang berasal dari Padang
telah bunuh diri itu tersiar kemana-mana melalui surat kabar. Kabar itu sampai
di Padang dan di dengar oleh Sutan Mahmud dan Datuk Maringgih.
Karena perawatan yang baik, sembuhlah Syamsul Bahri, ia
minta kepada yang berwajib agar berita mengenai dirinya yang masih hidup itu
dirahasiakan setelah itu Syamsul Bahri berhenti sekolah. Karena ia menginginkan
mati, ia pun menjadi serdadu (tentara). Ia dikirim kemana-mana antara lain ke
Aceh untuk memadamkan kerusakan-kerusakan yang terjadi di sana. Karena
keberaniannya, makan dalam waktu sepuluh tahun saja pangkat Syamsul Bahri
dinaikan menjadi Letnan dengan nama Letnan Mas.
Pada suatu hari Letnan Mas bersama kawannya bernama Letnan
Van Sta ditugasi memimpin anak buahnya memadamkan pemberontakkan mengenai
masalah balasting (pajak).
Sesampainya di Padang dan sebelum terjadi pertempuran, pergilah Letnan Mas ke
makam ibu dan kekasihnya di Gunung Padang.
Dalam pertempuran dengan pemberontak itu, bertemulah Letnan
Mas dengan Datuk Maringgih yang termasuk sebagai salah satu pemimpin
pemberontak itu. Setelah bercekcok sebentar, maka ditembaklah Datuk Maringgih
oleh Letnan Mas, sehingga menemui ajalnya. Tetapi sebelum meninggal Datuk
Maringgih masih sempat membalasnya. Dengan ayunan pedangnya, kenalah kepala
Letnan Mas yang menyebabkan ia rebah. Ia rebah di atas timbunan mayat, dan yang
antara lain terdapat mayat Pendekar Empat dan Pendekar Lima. Kemudian Letnan
Mas pun diangkut ke rumah sakit. Karena dirasakannya bahwa ia tak lama lagi
hidup di dunia ini, maka Letnan Mas minta tolong kepada dokter yang merawatnya agar
dipanggilkan penghulu di Padang yang bernama Sutan Mahmud Syah, karena
dikatakannya ada masalah yang sangat penting. Setelah Sutan Mahmud Syah datang,
maka Letnan Mas pun berkata kepadanya bahwa Syamsul Bahri masih hidup dan
sekarang berada di Padang untuk memadamkan pemberontakan, tetapi kini ia sedang
dirawat di rumah sakit karena luka-luka yang dideritanya. Dikatakannya pula
kepadanya, bahwa Syamsul Bahri sekarang bernama Mas, yakni kebalikan dari kata
Sam, dan berpangkat Letnan. Akhirnya disampaikan pula kepada Sutan Mahmud Syah,
bahwa pesan anaknya kalau ia meninggal, ia minta di kebumikan di gunung Padang
diantara makam Siti Nurbaya dan Siti Maryam. Setelah berkata itu, maka Letnan
Mas meninggal.
Setelah hal itu ditanyakan oleh Sutan Mahmud Syah kepada
dokter yang merawatnya, barulah Sutan Mahmud Syah mengetahui bahwa yang baru
saja meninggal itu adalah anaknya sendiri, yakni Letnan Mas alias Syamsul
Bahri. Sebelum kematiannya, Samsul Bahri meminta untuk dikebumikan di dekat
makam Siti Nurbaya. Kemudian dengan upacara kebesaran, baik pihak pemerintah
maupun dari penduduk Padang, dinamakanlah jenazah Letnan Mas atau Syamsul Bahri
itu diantara makam Siti Maryam dan Siti Nurbaya seperti yang dimintanya.
Begitulah nasib sepasang kekasih karena kasih yang tak sampai.
Sepeninggal Syamsul Bahri, karena sesal dan sedihnya maka
meninggal pula Sutan Mahmud Syah beberapa hari kemudian. Jenazahnya dikebumikan
didekat makam isterinya, yakni Siti Maryam. Dengan demikian di kuburan gunung
Padang terdapat lima makam yang berjajar dan berderet, yakni makam Baginda
Sulaeman, Siti Nurbaya, Syamsul Bahri, Siti Maryam dan Sutan Mahmud Syah. Beberapa
bulan kemudian berziarahlah Zainularifin dan Baktiar telah lulus dalam ujiannya
sehingga masing-masing telah menjadi dokter san opzichter.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar