KELUARGA
PERMANA
Sinopsis
Novel
Judul :
Keluarga Permana
Pengarang : Ramadhan K.H.
Penerbit :
Nusa Agung
Tahun
Terbit : Tahun 2004
Jumlah
halaman : 192 halaman
Tokoh
novel :-Permana
-Ida(Farida)
-Saleha
-Sumarto
-Sutarmi
-Surono
-Komariah
-Mang
Ibrahim
-Bi
Tati
-Pastor
Mudiono
Sinopsis:
Permana yang dulunya terkenal
bijaksana, sikapnya berubah drastis ketika dirinya diberhentikan dari tempat
dia bekerja dengan alasan yang tidak jelas. Keluarga Permana yang
sebelum-sebelumnya demikian damai dan tentram, tiba-tiba berubah suasana, penuh
dengan penderitaan, baik lahir maupun batin. Pemecatan itu membuat Permana
menjadi seorang kepala keluarga yang kasar. Suka menyiksa anak dan
istrinya dengan alasan yang terkadang dibuat-buat. Atau dengan kesalahan
yang tak sewajarnya sampai mendapat hukuman yang berat, walaupun
kesalahan itu adalah kesalahan Permana, tetap saja istri dan anaknya yang
mendapat siksaan. Bahkan pukulan lidi bukan hal yang asing lagi bagi anak dan
istrinya
Selama Permana tidak bekerja lagi,
istrinyalah yang bekerja keras mencari nafkah. Saleha lah yang bekerja untuk
mencukupi kebutuhan harian keluarga itu. Namun walaupun sudah bekerja keras,
istrinya tetap saja mengalami siksaan dari suaminya. Hal ini sebenarnya
disebabkan karena Permana merasa dirinya tidak berarti sebagai seorang
laki-laki, dia merasa malu, sehingga otak jernihnya menjadi buram, penuh dengan
prasangka yang dibuat-buat saja. Dalam benaknya sering terbayang bahwa istrinya
sewaktu bekerja pasti disenangi oleh kaum laki-laki di tempat istrinya bekerja.
Apalagi ketika Saleha pulang dengan diantarkan oleh menejernya, semakin buruk
prasangka Permana. Permana suka cemburu yang tanpa bukti. Dia tuduh bahwa
istrinya telah berbuat serong. Ketika Saleha mencoba menjelaskannya, apalagi
membantah kata-kata yang sedikit keras volumennya, Permana pasti
langsung naik pitam. Akibatnya Saleha disiksanya, ditendang dan dipukuli,
ditempeleng, dan seterusnya. Jika sudah begitu, hati Saleha seketika
hancur, usahanya yang demikian keras agar asap dapur dapat mengebul seakan-akan
tidak punya arti, dia merasa terhina. Namun semua itu tetap saja
dikuat-kuatkan, dia tidak maun keluarganya pecah berkeping-keping. Hanya karena
masalah pendapatan keluarga.
Selain menyiksa istrinya, Permana
juga sering menyiksa anaknya, Ida namanya. Terkadang tanpa alasan yang
kuat, Ida sering mendapat siksaan seperti di cambuk dengan lidi, ditampar,
serta sabetan rotan berulang-ulang. Akibatnya Ida menjadi seorang gadis
yang penakut dan pendiam. Siswa sebuah SMA ini begitu ngeri dan
sekaligus benci figure ayah semacam Permana ayahnya itu. Sepanjang
harinya ida hanya bisa berkurung diri di dalam rumah. Ida hanya bisa bebas
ketika dia bersekolah. Selepas itu Ida seperti masuk dalam penjara ayahnya.
Tanpa diduga-duga datang Sumarto
untuk mengekos di rumah Permana. Setelah kedatangan Sumarto, kelakuan Permana
yang kasar itu agak sedikit mereda. Dengan adanya Sumarto yang mengekos di
salah satu kamar ruamahnya, Permana sedikit merasa lega, sebab ada sedikit
pemasukan uang bulanan kepada keluarganya.
Kedatangan Sumarto membawa
kebahagiaan di hati Ida. Bagi Ida yang selama ini tidak punya teman untuk
membagi cerita duka nestapa akibat perlakuan ayahnya itu, sekarang telah
mendapatkannya. Apalagi Sumarto sendiri termasuk seorang pemuda yang ramah,
sopan, serta cepat menyesuaika diri dengan seluruh keluarga Permana.
Rupanya keduanya karena sering bertemu dan berbincang-bincang masing-masing
mulai muncul benih-benih cinta dalam hati masing-masing. Dan mereka pun
menjalin hubungan kasih yang mesra. Kedekatan mereka membawa dampak yang buruk
bagi Ida. Sampai keduanya hilang control, keduanya melakukan perbatan
intim yang jelas melanggar agama.
Karena kedekatan ida dengan
Sumarto diketahui Permana akhirnya Sumarto diusir dari rumah Permana dengan
cara yang halus. Permana beralasan bahwa rumah itu akan dijual. Dan hal itu
mengharuskan Sumarto untuk pindah dari rumah itu.
Serapat-rapat bangkai yang
ditutupi pasti tercium juga. Itulah ibarat yang cocok untuk perbuata Ida dan
Sumarto ketika masih berada dalam satu rumah. Belakangan, berdasarkan laporan
dari Komariah, pembantunya, terbongkar bahwa Ida sedang hamil. Komariah sering
mendapati Ida yang sedang muntah-muntah di kamar mandi. Betapa kagetnya Permana dan istrinya. Hal itu
merupakan suatu yang sangat buruk yang telah mencoreng nama keluarga.
Diputuskan bahwa untuk menutupi aib yang sedang menimpa rumah tangganya itu.
Permana dan istrinya sepakat untuk menggugurkan kandungan Ida. Secara
diam-diam, pergilah Saleha ke seorang dukun. Dari dukun itu, Saleha membawa
ramuan obat yan harus diminum oleh Ida. Akibatnya Ida sampai dirawat
dirumah sakit. Rahimnya oleh dokter terpaksa diangkat. Dan itu kemungkinan
kecil Ida akan bia melahirkan keturunan lagi. Sungguh itu merupakana
penglaman yang pahit yang pernah ditelan Ida seumur hidupnya. Dia sungguh
frustasi dan menderita menerima kenyataan tersebut. Tapi mau bagaimana lagi,
hal itu telah terjadi. Sumarto sendiri, yang tahu bahwa Ida sedang hamil itu,
terus dirundung rasa penyesalan dan berdosa yang dalam pada Ida
ataupun pada Tuhan. Sumarto sering melaporkan lewat pengakuan dosanya
pada Romo Murdianto. Dengan kesadaran penuh, akhirnya Sumarto bertekad hendak mempertanggungjawabkan
perbuatanya. Dia akan segera minta maaf kepada keluarga Permana sekaligus
melamar Ida.
Tanpa sepengetahuan keluarganya, Sumarto pun
berangkat ke Bandung dan membawa Ida kepasturnya. Ida yang frustasi
itu dan sekaligus memang merasa bahwa hanya itulah pilihannya, yaitu menikah
dengan Sumarto. Karena bagi Ida tidak ada pemuda lain yang bisa menolongnya
dari penderitaan kecuali Sumarto. Dan itu berarti dia harus berpindah agama
mengikuti agama yang diyakini calon suaminya, yaitu agama Katolik. Karena
Sumarto tidak akan pernah mau jika dirinya harus berpindah agama. Walaupun
masih diliputi rasa kebimbangan yang dalam, akhirnya Ida dibaptis juga oleh
Romo Murdianto.
Pernikahan itu akhirnya
dilaksanakan juga. Dengan berat hati Saleha dan suaminya merelakan anaknya
menikah dengan Sumarto. Keduanyapun menikah dicatatan sipil. Pesta
perkawinannya dialakukan dengan penuh kesederhanaan di dalam gereja. Dan
dihadiri oleh keluarga kedua belah pihak. Suasana resepsi perkawinan mereka
begitu kaku. Karena dari pihak Ida adalah keluarga muslim sedang dari pihak
Sumarto adalah keluarga katolik.
Setelah acara resepsi yang
sederhana itu, Ida boyong suaminya ke Jatiwangi, kampung tempat tinggal
Sumarto. Di sana Ida jatuh sakit, sehingga Ida terpaksa dirawat lagi di rumah
sakit. Suatu malam, ketika dia tergopoh-gopoh menuju kran air karena
hendak mencuci wajahnya, Ida terpantuk meja dekat kran air tersebut. Ida
terjelembab di lantai dengan keadaan yang mengkwatirkan. Untung saja suster
mendengar ada sesuatu yang terjatuh, sehingga langsung menghampiri sumber suara
tersebut, dan betapa kaget dia melihat Ida yang tergeletak di lantai.
Keadaan Ida sangat mencemaskan Suster. Melihat gelagat itu, suster sempat
membisikan ke telinga Ida: “Allahu Akbar Lailahaillah” berapa kali
yang dengan sayup-sayup diikuti oleh Ida dengan lancar. Setelah itu Ida tidak sadarkan diri. Tidak sadar
untuk selama-lamanya.
Kemudian diputuskan untuk membawa Ida
kerumah orang tuanya. Mendengar berita kematian Ida Saleha dan Permana
sangatlah terpukul. Kedua orang suami istri itu teruslah menyalahkan diri
mereka sendiri. Setelah jenazah di berangkatkan ke rumah orang tua Ida, terjadi
sedikit konflik yang dialami Permana dan Saleha. Keduanya sebenarnya
menghendaki membumikan ida di pemakaman muslim. Tetapi pada kenyataannya
setelah jenazah itu sampai, Ida diputuskan untuk dimakamkan di tempat
penguburan katolik, karena mengikuti keluarga Sumarto. Apalagi saat itu Ida telah
dibaptis dan masuk ke dalam ajaran katolik. Meskipun tak tahu apa yang ada di
hati Ida sendiri. Semua itu didasarkan pada terpaksa.
Permana yang dulunya arogan kini
semakin rapuh. Permana merasa sangat bersalah kepada Ida. Hingga dia terus
menunggui tanah makam ida sepanjang hari tak merasa panas dan hujan. Kini
Permana semakin tidak waras. Permana hanya bisa meratapi kesalahan-kesalahannya
yang lalu.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar