Rabu, 12 Desember 2012

SINOPSIS NOVEL KELUARGA PERMANA


KELUARGA PERMANA









*               Sinopsis Novel
Judul                    : Keluarga Permana
Pengarang            : Ramadhan K.H.
Penerbit                : Nusa Agung
Tahun Terbit        : Tahun 2004
Jumlah halaman   : 192 halaman
Tokoh novel        :-Permana
-Ida(Farida)
-Saleha
-Sumarto
-Sutarmi
-Surono
-Komariah
-Mang Ibrahim
-Bi Tati
-Pastor Mudiono
Sinopsis:
Permana yang dulunya terkenal bijaksana, sikapnya berubah drastis ketika dirinya diberhentikan dari tempat dia bekerja dengan alasan yang tidak jelas. Keluarga Permana yang sebelum-sebelumnya demikian damai dan tentram, tiba-tiba berubah suasana, penuh dengan penderitaan, baik lahir maupun batin. Pemecatan itu membuat Permana menjadi seorang kepala keluarga yang kasar. Suka menyiksa anak dan istrinya  dengan alasan yang terkadang dibuat-buat. Atau dengan kesalahan yang tak sewajarnya  sampai mendapat hukuman  yang berat, walaupun kesalahan itu adalah kesalahan Permana, tetap saja istri dan anaknya yang mendapat siksaan. Bahkan pukulan lidi bukan hal yang asing lagi bagi anak dan istrinya
Selama Permana tidak bekerja lagi, istrinyalah yang bekerja keras mencari nafkah. Saleha lah yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan harian keluarga itu. Namun walaupun sudah bekerja keras, istrinya tetap saja mengalami siksaan dari suaminya. Hal ini sebenarnya  disebabkan karena Permana merasa dirinya  tidak berarti sebagai seorang laki-laki, dia merasa malu, sehingga otak jernihnya menjadi buram, penuh dengan prasangka yang dibuat-buat saja. Dalam benaknya sering terbayang bahwa istrinya sewaktu bekerja pasti disenangi oleh kaum laki-laki di tempat istrinya bekerja. Apalagi ketika Saleha pulang dengan diantarkan oleh menejernya, semakin buruk prasangka Permana. Permana suka cemburu yang tanpa bukti. Dia tuduh bahwa istrinya telah berbuat serong. Ketika Saleha mencoba menjelaskannya, apalagi  membantah kata-kata yang sedikit  keras volumennya, Permana pasti langsung  naik pitam. Akibatnya Saleha disiksanya, ditendang dan dipukuli, ditempeleng, dan seterusnya. Jika sudah  begitu, hati Saleha seketika hancur, usahanya yang demikian keras agar asap dapur dapat mengebul seakan-akan tidak punya arti, dia merasa terhina. Namun semua itu tetap saja dikuat-kuatkan, dia tidak maun keluarganya pecah berkeping-keping. Hanya karena masalah pendapatan keluarga.
Selain menyiksa istrinya, Permana juga sering  menyiksa anaknya, Ida namanya. Terkadang tanpa alasan yang kuat, Ida sering mendapat siksaan seperti di cambuk dengan lidi, ditampar, serta sabetan rotan berulang-ulang. Akibatnya Ida menjadi seorang gadis  yang penakut dan pendiam. Siswa sebuah SMA ini begitu  ngeri dan sekaligus  benci figure ayah semacam Permana  ayahnya itu. Sepanjang harinya ida hanya bisa berkurung diri di dalam rumah. Ida hanya bisa bebas ketika dia bersekolah. Selepas itu Ida seperti masuk dalam penjara ayahnya.
Tanpa diduga-duga datang Sumarto untuk mengekos di rumah Permana. Setelah kedatangan Sumarto, kelakuan Permana yang kasar itu agak sedikit mereda. Dengan adanya Sumarto yang mengekos di salah satu kamar ruamahnya, Permana sedikit merasa lega, sebab ada sedikit pemasukan uang bulanan kepada keluarganya.
Kedatangan Sumarto membawa kebahagiaan di hati Ida. Bagi Ida yang selama ini tidak punya teman untuk membagi  cerita duka nestapa akibat perlakuan ayahnya itu, sekarang telah mendapatkannya. Apalagi Sumarto sendiri termasuk seorang pemuda yang ramah, sopan, serta cepat menyesuaika  diri dengan seluruh keluarga Permana. Rupanya keduanya karena sering bertemu dan berbincang-bincang masing-masing mulai muncul benih-benih cinta  dalam hati masing-masing. Dan mereka pun menjalin hubungan kasih yang mesra. Kedekatan mereka membawa dampak yang buruk bagi Ida. Sampai keduanya  hilang control, keduanya melakukan perbatan intim yang jelas melanggar agama.
Karena kedekatan ida dengan Sumarto diketahui Permana akhirnya Sumarto diusir dari rumah Permana dengan cara yang halus. Permana beralasan bahwa rumah itu akan dijual. Dan hal itu mengharuskan Sumarto untuk pindah dari rumah itu.
Serapat-rapat bangkai yang ditutupi pasti tercium juga. Itulah ibarat yang cocok untuk perbuata Ida dan Sumarto ketika masih berada dalam satu rumah. Belakangan, berdasarkan laporan dari Komariah, pembantunya, terbongkar bahwa Ida sedang hamil. Komariah sering mendapati Ida yang sedang muntah-muntah di kamar mandi. Betapa  kagetnya Permana dan istrinya. Hal itu merupakan suatu yang sangat buruk yang telah mencoreng nama keluarga. Diputuskan bahwa untuk menutupi aib yang sedang menimpa rumah tangganya itu. Permana dan istrinya sepakat untuk menggugurkan kandungan Ida. Secara diam-diam, pergilah Saleha ke seorang dukun. Dari dukun itu, Saleha membawa ramuan obat yan harus diminum oleh Ida. Akibatnya  Ida sampai dirawat dirumah sakit. Rahimnya oleh dokter terpaksa diangkat. Dan itu kemungkinan kecil Ida akan bia melahirkan  keturunan lagi. Sungguh itu merupakana penglaman yang pahit yang pernah ditelan Ida seumur hidupnya. Dia sungguh frustasi dan menderita menerima kenyataan tersebut. Tapi mau bagaimana lagi, hal itu telah terjadi. Sumarto sendiri, yang tahu bahwa Ida sedang hamil itu, terus dirundung rasa penyesalan  dan berdosa yang dalam  pada Ida ataupun  pada Tuhan. Sumarto sering melaporkan lewat pengakuan dosanya pada Romo Murdianto. Dengan kesadaran penuh, akhirnya Sumarto bertekad hendak mempertanggungjawabkan perbuatanya. Dia akan segera minta maaf kepada keluarga Permana sekaligus melamar Ida.
 Tanpa sepengetahuan keluarganya, Sumarto pun berangkat ke Bandung  dan membawa Ida  kepasturnya. Ida yang frustasi itu dan sekaligus memang merasa bahwa hanya itulah pilihannya, yaitu menikah dengan Sumarto. Karena bagi Ida tidak ada pemuda lain yang bisa menolongnya dari penderitaan kecuali Sumarto. Dan itu berarti dia harus berpindah agama mengikuti agama yang diyakini calon suaminya, yaitu agama Katolik. Karena Sumarto tidak akan pernah mau jika dirinya harus berpindah agama. Walaupun masih diliputi rasa kebimbangan yang dalam, akhirnya Ida dibaptis juga oleh Romo Murdianto.
Pernikahan itu akhirnya dilaksanakan juga. Dengan berat hati Saleha dan suaminya merelakan anaknya menikah dengan Sumarto. Keduanyapun menikah dicatatan sipil. Pesta perkawinannya dialakukan dengan penuh kesederhanaan di dalam gereja. Dan dihadiri oleh keluarga kedua belah pihak. Suasana resepsi perkawinan mereka begitu kaku. Karena dari pihak Ida adalah keluarga muslim sedang dari pihak Sumarto adalah keluarga katolik.
Setelah acara resepsi yang sederhana itu, Ida boyong suaminya ke Jatiwangi, kampung tempat tinggal Sumarto. Di sana Ida jatuh sakit, sehingga Ida terpaksa dirawat lagi di rumah sakit.  Suatu malam, ketika dia tergopoh-gopoh menuju kran air karena hendak mencuci wajahnya, Ida terpantuk meja dekat kran air tersebut. Ida terjelembab di lantai dengan keadaan  yang mengkwatirkan. Untung saja suster mendengar ada sesuatu yang terjatuh, sehingga langsung menghampiri sumber suara tersebut, dan betapa kaget dia melihat Ida yang tergeletak di lantai.  Keadaan Ida sangat mencemaskan Suster. Melihat gelagat itu, suster sempat membisikan  ke telinga Ida: “Allahu Akbar Lailahaillah” berapa kali  yang dengan sayup-sayup diikuti oleh Ida dengan lancar. Setelah  itu Ida tidak sadarkan diri.  Tidak sadar untuk selama-lamanya.
Kemudian diputuskan untuk membawa Ida kerumah orang tuanya. Mendengar berita kematian Ida Saleha dan Permana sangatlah terpukul. Kedua orang suami istri itu teruslah menyalahkan diri mereka sendiri. Setelah jenazah di berangkatkan ke rumah orang tua Ida, terjadi sedikit konflik yang dialami Permana dan Saleha. Keduanya sebenarnya menghendaki membumikan ida di pemakaman muslim. Tetapi pada kenyataannya setelah jenazah itu sampai, Ida diputuskan untuk dimakamkan di tempat penguburan katolik, karena mengikuti keluarga Sumarto. Apalagi saat itu Ida telah dibaptis dan masuk ke dalam ajaran katolik. Meskipun tak tahu apa yang ada di hati Ida sendiri. Semua itu didasarkan pada terpaksa.
Permana yang dulunya arogan kini semakin rapuh. Permana merasa sangat bersalah kepada Ida. Hingga dia terus menunggui tanah makam ida sepanjang hari tak merasa panas dan hujan. Kini Permana semakin tidak waras. Permana hanya bisa meratapi kesalahan-kesalahannya yang lalu.
                            *****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar