Rabu, 12 Desember 2012

SINOPSIS NOVEL SALAH ASUHAN






        Bagian 1
SALAH ASUHAN









*     Sinopsis Novel
       Judul                    : Salah Asuhan           
Pengarang             : Abdoel Muis           
Penerbit                : Balai Pustaka
Tahun Terbit         : 2000
Cetakan                : Cetakan kedua puluh delapan
tahun 2000
Jumlah halaman    : v+vii+262
ISBN                     : 979-407-064-5
Tokoh novel         : -Hanafi                                   
  -Corrie du Bussee
  -Rapiah                             
  -Ibu Hanafi
  -Syafe’i                                 
  -Tante Lien
  -Piet                                   
  -Tuan du Bussee
  - Nyonya Van Dammen
Sinopsis :
Bagaimana jika seorang sahabat yang kamu anggap baik justru jatuh hati kepadamu? Dan bagaimana jika seorang pemuda itu berbangsa lain dari dirimu? Apakah kamu akan menerima rasa cinta itu? Atau justru kamu akan berpikir untuk meninggalkan pemuda itu? Inilah yang dialami Corrie du Bussee, seorang putri Belanda yang tengah dilema untuk menentukan pilihannya.
Solok, sebuah kota kecil yang menjadi saksi bisu persahabatan dua anak muda, mereka adalah Corrie dan Hanafi. Namun persahabatan itu bukanlah persahabatan biasa, karena diam-diam Hanafi jatuh cinta kepada Corrie. Seketika Corrie dilanda bimbang yang dia sendiri tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Hanya Hanafi yang mampu merebut hatinya. Disisi lain Hanafi adalah orang pribumi, meskipun dari gaya hidup Hanafi menunjukan gaya hidup kebarat-baratan tetapi itu tidak merubah identitas Hanafi sendiri. 
 Pada masa itu sangat ditentang jika seorang keturunan Eropa sampai menikah dengan orang pribumi. Meskipun Corrie sendiri bukanlah keturunan Eropa asli, karena Tuan du Bussee menikah dengan wanita pribumi. Itu merupakan suatu keputusan yang luar biasa yang diambil oleh Tuan du Bussee. Karena dengan mengambil keputusan ini, Tuan du Bussee tidak dianggap lagi oleh keluarga Belanda. Dia berharap anak semata wayangnya tidak mengalami hal yang sama dengan dirinya. Ayah Corriee beranggapan “ jika seorang gadis Eropa menikah dengan pemuda Pribumi berarti dia telah membuang dirinya sendiri dari bangsanya”.
Contoh sudah terlalu banyak, Corrie! Sudah tentu banyak juga diantara bangsa barat yang memandang sama akan segala bangsa di dunia ini, atau sekurang-kurangnya tidak sangat memandang hina akan bangsa Timur tapi sebagian yang terbesar masih meyakini kata: Kipling, seorang pujangga Inggris, “Timur tinggal Timur, Barat tinggal Barat dan tidaklah keduanya akan menjadi satu. (hlm.21)
Di tengah kebimbangan, Corrie memutuskan untuk meninggalkan Solok dan Kembali ke Betawi untuk melanjutkan studinya. Ketika itu Hanafi sangat terpukul atas kepergian Corrie. Hanafi rapuh ketika ditinggalkan oleh seorang gadis yang sangat dicintainya. Hari-harinya dilalui dengan mengurung diri di dalam kamarnya saja, tanpa makan, tanpa minum, tak ada lagi keinginan di hatinya untuk melihat sekelilingnya, matanya berubah menjadi cekung, seperti orang yang telah sakit berbulan-bulan bahkan seperti orang yang sakit bertahun-tahun lamanya. Adakah cinta yang lain lagi selain Corrie?
Rapiah, gadis Minangkabau berbudi pekerti baik, sopan tutur katanya, dan taat terhadap tuntunan agama, menjadi gadis pilihan ibu Hanafi. Terlebih Rapiah adalah anak mamak Hanafi sendiri yang telah membantu sebagian dari biaya pendidikan Hanafi. Ketika ini, apakah cinta dan perasaan harus menjadi alat pembayaran utang uang dan utang budi?
 Dua tahun telah berjalan. Hanafi menyetujui dirinya menikah dengan Rapiah. Meskipun dalam kenyataannya pernikahan itu hampir saja dibatalkan karena perselisihan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan. Cikal bakal perselisihan datang dari Hanafi sendiri. Karena gaya hidup kebarat-baratan yang sudah tertanam dihati maupun tingkah laku Hanafi, disaat pernikahanya dengan Rapiah pun Hanafi memilih memakai smoking berompi dan celana hitam. Hanafi tidak mau memakai pakaian adatnya sendiri, yaitu pakaian destar saluki yang menjadi pakaian adat Minangkabau. Ditengah perselisihan itu akhirnya pernikahan keduanya tetap dilaksanakan juga, dengan menuruti semua yang telah ditentukan Hanafi. Meskipun menuai banyak gunjingan dari berbagai pihak pribumi maupun kerabat Minangkabau.
Gadis yang dianggap baik oleh ibu hanafi belum tentu baik dimata Hanafi. Bahkan pernikahan itu menorah siksaan yang mendalam di hati Rapiah.
 Gadis malang itu mendapat kekangan serta perlakuan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh seorang suami. Rapiah hanya bisa menangis dan menangis menghadapi suami yang bisa dibilang tidak menganggapnya sebagai seorang istri. Tidak kepada istrinya saja Hanafi berperilaku sedemikian itu tetapi pada Ibunya pun Hanafi bersikap arogan.
Sikap Hanafi semakin menjadi-jadi. Tidak ada keinginan insaf sedikitpun di hati Hanafi. Semakin hari malah semakin kasar dan tak berperikemanusiaan sikap Hanafi kepada ibu dan istrinya. Sekalipun pernikahan Hanafi dan Rapiah telah dikaruniai seorang anak yang diberi nama Syafe’i, tetap saja hal itu tidak merubah sedikitpun sikap Hanafi terhadap Rapiah. Justru Syafe’i darah daging Hanafi merasa takut ketika bersama dengan ayahnya sendiri. Anak kecil seperti syafe’i pun seakan  mengerti akan perlakuan ayahnya kepada Ibu dan Neneknya.
  Hanafi sangat menganggap rendah kaum pribumi. Hanafi lebih suka berteman dengan orang-orang Eropa ketimbang dengan bangsanya sendiri. Bahkan seakan-akan Hanafi ingin menyembunyikan status Rapiah sebagai istri Hanafi. Ketika sahabat-sahabat Hanafi datang berkunjung ke rumah Hanafi, sekali pun Hanafi tidak pernah memperkenalkan Rapiah kepada orang-orang Eropa itu. Rapiah hanya mengantar minuman kepada para tamu Hanafi kemudian langsung kembali lagi ke belakang. Rapiah bisa diibaratkan seperti seorang pembantu di mata para tamu Hanafi.
Cinta sejati atau cinta mati, itulah ibarat cinta Hanafi kepada Corrie. Sekian lamanya mereka berpisah, tetapi rasa sayang Hanafi kepada Corrie tidaklah berubah. Hanafi tidak bisa menghapus Corrie dari benaknya.
Kedurhakaan Hanafi kepada ibu dan istrinya tak pernah berubah, justru semakin menjadi-jadi. Ketika itu seekor anjing gila menerkam tangan Hanafi. Seketika Hanafi berteriak dan merintih kesakitan. Luka yang diderita Hanafi tergolong parah, sehingga Hanafi harus ke Betawi untuk mengobati luka tangannya dengan penanganan yang serius. Kesempatan ini tidak hanya dilepaskan begitu saja oleh Hanafi. Pergi ke Betawi berarti pergi ke kota dimana Corrie menempuh pendidikan. Dengan kesempatan ini Hanafi bisa bertemu lagi dengan Corrie.
Memang takdir jodoh atau apalah orang menyebutnya, di Betawi Hanafi menemuka cintanya kembali. Corrie, itulah gadis cantik keturunan Eropa yang kini hadir kembali di sisi Hanafi. Layaknya seorang sahabat Corrie mulai membuka pembicaraan tentang banyak hal. Corrie menceritakan duka kematian ayahnya kepada Hanafi. Begitu juga yang dilakukan Hanafi. Dia menceritakan apa yang telah terjadi dengannya, tentang perkawinannya dengan anak mamaknya kepada Corrie. Mareka saling bertukar pandangan tentang pengalaman hidup. Hingga akhirnya tersirat dihati Hanafi ingin bercerai dengan Rapiah. Bahkan Hanafi berniat untuk menyamaratakan haknya dengan orang-orang Eropa. Dengan begitu jika Rapiah dan Syafe’i statusnya sebagai istri dan anak ingin diakui secara hukum Hanafi harus menikahi Rapiah di kantor Burgerlijke Stand. Memang sungguh keji hal yang dilakukan Hanafi terhadap istri dan anaknya.
Sepucuk surat telah melayang ke Solok dan berujung ditangan Rapiah. Surat yang membuat hati rapiah tercabik-cabik oleh kata-kata Hanafi yang seakan  mengatakan bahwa Rapiah tak pantas bersanding dengannya lagi. Bahkan Rapiah diikhlaskan memilih pria lain untuk menempati hatinya. Perempuan mana yang tak hancur hatinya jika suaminya sendiri mengatakan hal itu. Melihat hal itu bukan hati Rapiah saja yang remuk, tetapi hati ibu Hanafi pun sama halnya. Ibu Hanafi merasa bukan Hanafi yang menjadi darah dagingnya justru Rapiah yang seakan menduduki posisi itu.
Menikah dengan orang yang kita cinta. Itu akan mendatangkan sejuta kebahagiaan di hati insan yang mengalaminya. Hanafi telah menikah dengan Corrie. Tetapi Hidup mereka malah tidak bahagia sebagaimana mestinya. Perkawinan antara dua insan yang berbeda bangsa menyebabkan keduanya dikucilkan oleh orang sekitarnya. Dahulunya Corrie yang mempunyai teman yang selalu mengerumuninya dimanapun dia berada kini angkat kaki satu per satu. Hanafi yang dahulunya dihomati sebagai seorang pribumi, sekarang dia dijauhi. Bahkan ketika mereka sekedar menyapa teman mereka, teman itu justru menjawab seperlunya kemudian pergi.
 Hanafi dan Corrie beranggapan asalkan ada cinta dunia akan menjadi milik berdua dan tak akan memperdulikan lingkungan sekitarnya. Tapi anggapan itu salah, dimanapun seseorang itu berada dia akan tetap memerlukan orang lain di sekitarnya. Satu-satunya orang yang mau berteman saat ini dengan corrie hanyalah tante Lin. Tetapi telah menjadi rahasia umum bahwa tante Lin adalah seorang mucikari. Siapapun yang berteman dengan tante Lin sudah pasti tidak baik perangainya. Lama-kelamaan kabar angin itu mulai berdesir di telinga Hanafi. Apalagi tante Lin punya kebiasaan merokok, itu merupakan suatu kebiasaan yang tidak baik. Bahkan tante Lin bisa menghabiskan berbatang-batang rokok di rumah Corrie. Hal inilah yang menyebabkan salah paham Hanafi kepada Corrie. Salah paham itu menyebabkan Corrie di usir dari rumah Hanafi. Hanafi menganggap Corrie telah melacurkan diri ketika melihat puntungan-puntungan rokok berserakan dirumahnya. Apalagi Corrie berteman dengan seorang mucikari. Rintangan demi rintangan menerjang menjadi prahara rumah tangga Corrie dan Hanafi. Hingga akhirnya mereka berpisah.
Hidup Corrie semakin terombang-ambing oleh nasibnya yang malang. Corrie harus bisa bertahan hidup tanpa adanya Hanafi  di sisinya. Suami itu telah mengusir dirinya dari rumah. Kini Corrie harus memenuhi kehidupan sehari-harinya dengan usaha dirinya sendiri. Corrie mencoba berbagai pekerjaan, dia mencoba bekerja di perkantoran. Tetapi apa yang dia dapatkan? Corrie malah dipandang rendah oleh bosnya. Bos itu mencoba melakukan pelecehan sosial terhadap Corrie. Utungnya dia bisa melindungi dirinya sendiri dari buaya itu. Tidak hanya itu saja, Corrie masih mendapat banyak tantangan lain yang bertubi-tubi. Hingga takdir mengantarkannya kepada sebuah panti asuhan di Semarang. Ditempat ini Corrie disambut baik oleh Nyonya van Dammen.
Lain Corrie, lain pula nasib Rapiah. Apa guna menantikan suami yang tak mungkin kembali kepadamya. Kini Rapiah bersama Ibu mertuanya meninggalkan rumah Hanafi dan kembali ke tampat oramg tuanya. Rapiah dan Ibu Hanafi telah sepakat menjual rumah Hanafi dan memulai hidup baru dengan tinggal di Bonjol, di tempat Rapiah dilahirkan dan dibesarkan.
Tinggalah Hanafi seorang diri tanpa orang yang mencintai dan dicintainya. Pada akhirnya Hanafi sadar akan apa yang Ia lakukan kepada Corrie. Dia berjuang untuk bisa bertemu Corrie lagi. Ketika Hanafi menemukan tempat yang dulunya dihuni Corrie, ternyata Corrie tidak ada di tempat itu lagi. Corrie malah dikabarkan pergi ke Semarang. Di dalam pencariannya, Hanafi mendapat tumpangan di tempat teman kerjanya, dia adalah seorang bangsa Belanda yang bernama Piet. Di rumah ini Hanafi mendapat pencerahan sedikit demi sedikit. Hanafi mulai tersadar  bahwa semua yang dilakukannya itu jalan yang salah. Dia menyia-nyiakan dua intan berlian yang sudah ada di genggamannya. Rapiah seorang yang berbudi pekerti baik dan mencintainya, sedangkan Corrie adalah orang yang dia cintai dan mencintainya. Ditambah lagi dengan durhakanya Hanafi kepada ibunya sendiri. Itu adalah suatu hal yang sangat disesali Hanafi. Semakin lama Hanafi semakin insaf akan kesalahan dirinya.
Tak perlu menunggu lebih lama lagi, Hanafi kemudian pergi ke Semarang dan langsung menjurus ke rumah Nyonya Van Dammen. Kemudian Nyonya yang telah berusia lanjut itu memberitahukan bahwa orang yang Ia cari telah terbaring di Rumah Sakit karena penyakit colera yang dideritanya. Tanpa berpikir panjang Hanafi langsung menuju ke Rumah Sakit Paderi Semarang. Sesampainya Hanafi di Rumah Sakit itu Hanafi hanya bisa melihat Corrie yang terkulai lemah tak berdaya lagi. Corrie tersenyum ketika melihat Hanafi. Corrie pun membelai rambut Hanafi dan kemudian Corrie terdiam seribu bahasa dan terkulai lemas dihadapan suaminya. Corrie telah menghembuskan nafas terakhirnya.
”O, Corrie!” kata Hanafi dengan menjerit, lalu rebahlah ia ke lantai dengan tidak sadarkan diri. (hal.222)
Empat belas hari Hanafi di rawat di Rumah Sakit Paderi setelah melepas kepergian istrinya. Setelah semuanya membaik Hanafi langsung saja melangkah kakinya menuju kuburan, mencari tempat dimana istrinya dikebumikan. Betapa mulianya hati seorang wanita yang bernama Corrie itu. Ketika suaminya bermaksud membicarakan maksudnya untuk menembok makam Corrie dengan Nyonya Van Dammen, Nyonya itu malah berkata bahwa Corrie telah memberikan uang tabungannya kepada Nyonya itu untuk biaya penembokan makam dan sisanya disumbangkan kepada anak panti.
Setinggi-tinggi melambung, jatuhnya ke tanah jua. Pepatah itu menggambarkan keadaan Hanafi sepeninggalan Corrie. Hanafi memutuskan kembali menemui ibunya dan Rapiah. Di tempat itu Hanafi telah bertemu ibunya  meluapkan apa yang ada di angan-angannya, menceritakan apa yang telah dialaminya, dan menyadari bahwa itu membuat luka dihati orang-orang yang mencintainya. Hingga pada akhirnya Hanafi dan ibunya meninggalkan tempat mamaknya itu dan kembali ke Koto Anau. Tetapi keadaan Hanafi semakin memburuk. Hanafi lebih senang menyendiri meratapi kenyataan. Bahkan dia hanya menyahut dengan pendek ketika seseorang menyapanya. Hingga saat itu posisi Corrie tak tergantikan oleh siapapun. Bahkan oleh  rapiah sekalipun. Hanya ada Corrie dihati Hanafi. Pemilik cinta Hanafi.
Semakin hari keadaan Hanafi semakin memburuk. Suatu ketika Hanafi muntah-muntah mengeluarkan darah. Dukun beraanggapan bahwa sakit Hanafi itu datangnya dari jauh dari seberang lautan. Setelah itu ibunya memanggil dokter untuk menolong Hanafi. Dokter itu memeriksa Hanafi. Hanafi yang dengan sengaja ingin mengakhiri hidupnya dengan menelan sublimat banyak-banyak menolak pertolongan dokter. Hanafi malah menanyakan sesuatu kepada dokter sebuah pertanyaan tentang cinta.
 “Dokter….tahu percintaan?
…….Dengarlah! Sepanjang pendapat saya, cinta itu akan berbukti benar, bila yang menaruhnya tahu menaruh sabar, tahu menegakkan kepalanyadidalam segala rupa marabahaya serta rintangannya. Cinta itu tahu memberi korban, jika perlu.Jika orang yang bercinta seketika saja sudah menundukan kepala atau mencari jalan hendak … lari, setiap bertemu rintangannya, tidak sucilah cinta itu….. ( hlm.260)
Disaat itu dokter tidak bisa berbuat apaapa lagi untuk menolong Hanafi. Meskipun dia memompa perut Hanafi pun tidak akan berguna lagi. Kemudian sang ibu datang ketempat Hanafi yang terbaring lemas.
Dengan bimbingan hati mendekatlah ibunya ke kepalanya, lalu Hanafi berkata dengan suara lemah-lembut,“ Ibu … ampuni … akan … dosa … ku … syafe’i pelihara … baik-baik. Jangan … diturutnya jejakku …”
( hlm.261)
Kemudian terdengar Hanafi mengucap lafad lailaha illallah muhammadar rosullulah. Hanafi telah menemui ajalnya bersama dengan ampunan ibunya.
Hanafi di kuburkan di Solok, di kuburan orang Eropa karena Hanafi sudah termasuk orang Belanda. 

                                             *****

1 komentar:

  1. Terima kasih baaanyyaaaakkkk!!!!
    lagi butuh banget..
    sekali lagi terima kasihh....

    BalasHapus