Bagian
1
SALAH
ASUHAN
Sinopsis Novel
Judul
: Salah Asuhan
Pengarang : Abdoel Muis
Penerbit :
Balai Pustaka
Tahun Terbit : 2000
Cetakan :
Cetakan kedua puluh delapan
tahun 2000
Jumlah
halaman : v+vii+262
ISBN :
979-407-064-5
Tokoh
novel : -Hanafi
-Corrie du Bussee
-Rapiah
-Ibu Hanafi
-Syafe’i
-Tante Lien
-Piet
-Tuan du Bussee
- Nyonya Van Dammen
Sinopsis :
Bagaimana jika seorang sahabat yang kamu anggap baik
justru jatuh hati kepadamu? Dan bagaimana jika seorang pemuda itu berbangsa
lain dari dirimu? Apakah kamu akan menerima rasa cinta itu? Atau justru kamu
akan berpikir untuk meninggalkan pemuda itu? Inilah yang dialami Corrie du
Bussee, seorang putri Belanda yang tengah dilema untuk menentukan pilihannya.
Solok, sebuah kota kecil yang menjadi
saksi bisu persahabatan dua anak muda, mereka adalah Corrie dan Hanafi. Namun
persahabatan itu bukanlah persahabatan biasa, karena diam-diam Hanafi jatuh
cinta kepada Corrie. Seketika Corrie dilanda bimbang yang dia sendiri tidak tahu
apa yang harus dia lakukan. Hanya Hanafi yang mampu merebut hatinya. Disisi
lain Hanafi adalah orang pribumi, meskipun dari gaya hidup Hanafi menunjukan
gaya hidup kebarat-baratan tetapi itu tidak merubah identitas Hanafi
sendiri.
Pada masa itu sangat ditentang jika seorang
keturunan Eropa sampai menikah dengan orang pribumi. Meskipun Corrie sendiri
bukanlah keturunan Eropa asli, karena Tuan du Bussee menikah dengan wanita
pribumi. Itu merupakan suatu keputusan yang luar biasa yang diambil oleh Tuan
du Bussee. Karena dengan mengambil keputusan ini, Tuan du Bussee tidak dianggap
lagi oleh keluarga Belanda. Dia berharap anak semata wayangnya tidak mengalami
hal yang sama dengan dirinya. Ayah Corriee beranggapan “ jika seorang gadis Eropa menikah dengan pemuda Pribumi berarti dia
telah membuang dirinya sendiri dari bangsanya”.
Contoh
sudah terlalu banyak, Corrie! Sudah tentu banyak juga diantara bangsa barat
yang memandang sama akan segala bangsa di dunia ini, atau sekurang-kurangnya
tidak sangat memandang hina akan bangsa Timur tapi sebagian yang terbesar masih
meyakini kata: Kipling, seorang pujangga Inggris, “Timur tinggal Timur, Barat tinggal Barat dan tidaklah keduanya akan menjadi satu. (hlm.21)
Di tengah kebimbangan, Corrie memutuskan untuk
meninggalkan Solok dan Kembali ke Betawi untuk melanjutkan studinya. Ketika itu
Hanafi sangat terpukul atas kepergian Corrie. Hanafi rapuh ketika ditinggalkan
oleh seorang gadis yang sangat dicintainya. Hari-harinya dilalui dengan
mengurung diri di dalam kamarnya saja, tanpa makan, tanpa minum, tak ada lagi
keinginan di hatinya untuk melihat sekelilingnya, matanya berubah menjadi
cekung, seperti orang yang telah sakit berbulan-bulan bahkan seperti orang yang
sakit bertahun-tahun lamanya. Adakah cinta yang lain lagi selain Corrie?
Rapiah, gadis
Minangkabau berbudi pekerti baik, sopan tutur katanya, dan taat terhadap
tuntunan agama, menjadi gadis pilihan ibu Hanafi. Terlebih Rapiah adalah anak
mamak Hanafi sendiri yang telah membantu sebagian dari biaya pendidikan Hanafi.
Ketika ini, apakah cinta dan perasaan harus menjadi alat pembayaran utang uang
dan utang budi?
Dua tahun telah berjalan. Hanafi menyetujui
dirinya menikah dengan Rapiah. Meskipun dalam kenyataannya pernikahan itu
hampir saja dibatalkan karena perselisihan antara kaum laki-laki dan kaum
perempuan. Cikal bakal perselisihan datang dari Hanafi sendiri. Karena gaya
hidup kebarat-baratan yang sudah tertanam dihati maupun tingkah laku Hanafi,
disaat pernikahanya dengan Rapiah pun Hanafi memilih memakai smoking berompi
dan celana hitam. Hanafi tidak mau memakai pakaian adatnya sendiri, yaitu
pakaian destar saluki yang menjadi
pakaian adat Minangkabau. Ditengah perselisihan itu akhirnya pernikahan
keduanya tetap dilaksanakan juga, dengan menuruti semua yang telah ditentukan
Hanafi. Meskipun menuai banyak gunjingan dari berbagai pihak pribumi maupun
kerabat Minangkabau.
Gadis yang dianggap
baik oleh ibu hanafi belum tentu baik dimata Hanafi. Bahkan pernikahan itu
menorah siksaan yang mendalam di hati Rapiah.
Gadis malang itu mendapat kekangan serta
perlakuan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh seorang suami. Rapiah hanya
bisa menangis dan menangis menghadapi suami yang bisa dibilang tidak
menganggapnya sebagai seorang istri. Tidak kepada istrinya saja Hanafi
berperilaku sedemikian itu tetapi pada Ibunya pun Hanafi bersikap arogan.
Sikap Hanafi semakin
menjadi-jadi. Tidak ada keinginan insaf sedikitpun di hati Hanafi. Semakin hari
malah semakin kasar dan tak berperikemanusiaan sikap Hanafi kepada ibu dan
istrinya. Sekalipun pernikahan Hanafi dan Rapiah telah dikaruniai seorang anak
yang diberi nama Syafe’i, tetap saja hal itu tidak merubah sedikitpun sikap
Hanafi terhadap Rapiah. Justru Syafe’i darah daging Hanafi merasa takut ketika
bersama dengan ayahnya sendiri. Anak kecil seperti syafe’i pun seakan mengerti akan perlakuan ayahnya kepada Ibu
dan Neneknya.
Hanafi
sangat menganggap rendah kaum pribumi. Hanafi lebih suka berteman dengan
orang-orang Eropa ketimbang dengan bangsanya sendiri. Bahkan seakan-akan Hanafi
ingin menyembunyikan status Rapiah sebagai istri Hanafi. Ketika sahabat-sahabat
Hanafi datang berkunjung ke rumah Hanafi, sekali pun Hanafi tidak pernah
memperkenalkan Rapiah kepada orang-orang Eropa itu. Rapiah hanya mengantar
minuman kepada para tamu Hanafi kemudian langsung kembali lagi ke belakang. Rapiah
bisa diibaratkan seperti seorang pembantu di mata para tamu Hanafi.
Cinta sejati atau cinta mati, itulah ibarat cinta
Hanafi kepada Corrie. Sekian lamanya mereka berpisah, tetapi rasa sayang Hanafi
kepada Corrie tidaklah berubah. Hanafi tidak bisa menghapus Corrie dari
benaknya.
Kedurhakaan Hanafi
kepada ibu dan istrinya tak pernah berubah, justru semakin menjadi-jadi. Ketika
itu seekor anjing gila menerkam tangan Hanafi. Seketika Hanafi berteriak dan
merintih kesakitan. Luka yang diderita Hanafi tergolong parah, sehingga Hanafi
harus ke Betawi untuk mengobati luka tangannya dengan penanganan yang serius.
Kesempatan ini tidak hanya dilepaskan begitu saja oleh Hanafi. Pergi ke Betawi
berarti pergi ke kota dimana Corrie menempuh pendidikan. Dengan kesempatan ini
Hanafi bisa bertemu lagi dengan Corrie.
Memang takdir jodoh
atau apalah orang menyebutnya, di Betawi Hanafi menemuka cintanya kembali.
Corrie, itulah gadis cantik keturunan Eropa yang kini hadir kembali di sisi
Hanafi. Layaknya seorang sahabat Corrie mulai membuka pembicaraan tentang
banyak hal. Corrie menceritakan duka kematian ayahnya kepada Hanafi. Begitu
juga yang dilakukan Hanafi. Dia menceritakan apa yang telah terjadi dengannya,
tentang perkawinannya dengan anak mamaknya kepada Corrie. Mareka saling
bertukar pandangan tentang pengalaman hidup. Hingga akhirnya tersirat dihati
Hanafi ingin bercerai dengan Rapiah. Bahkan Hanafi berniat untuk menyamaratakan
haknya dengan orang-orang Eropa. Dengan begitu jika Rapiah dan Syafe’i
statusnya sebagai istri dan anak ingin diakui secara hukum Hanafi harus
menikahi Rapiah di kantor Burgerlijke Stand. Memang sungguh keji hal yang
dilakukan Hanafi terhadap istri dan anaknya.
Sepucuk surat telah melayang ke Solok dan berujung
ditangan Rapiah. Surat yang membuat hati rapiah tercabik-cabik oleh kata-kata
Hanafi yang seakan mengatakan bahwa
Rapiah tak pantas bersanding dengannya lagi. Bahkan Rapiah diikhlaskan memilih
pria lain untuk menempati hatinya. Perempuan mana yang tak hancur hatinya jika
suaminya sendiri mengatakan hal itu. Melihat hal itu bukan hati Rapiah saja
yang remuk, tetapi hati ibu Hanafi pun sama halnya. Ibu Hanafi merasa bukan Hanafi
yang menjadi darah dagingnya justru Rapiah yang seakan menduduki posisi itu.
Menikah dengan orang
yang kita cinta. Itu akan mendatangkan sejuta kebahagiaan di hati insan yang
mengalaminya. Hanafi telah menikah dengan Corrie. Tetapi Hidup mereka malah
tidak bahagia sebagaimana mestinya. Perkawinan antara dua insan yang berbeda
bangsa menyebabkan keduanya dikucilkan oleh orang sekitarnya. Dahulunya Corrie
yang mempunyai teman yang selalu mengerumuninya dimanapun dia berada kini
angkat kaki satu per satu. Hanafi yang dahulunya dihomati sebagai seorang
pribumi, sekarang dia dijauhi. Bahkan ketika mereka sekedar menyapa teman
mereka, teman itu justru menjawab seperlunya kemudian pergi.
Hanafi dan Corrie beranggapan asalkan ada
cinta dunia akan menjadi milik berdua dan tak akan memperdulikan lingkungan
sekitarnya. Tapi anggapan itu salah, dimanapun seseorang itu berada dia akan
tetap memerlukan orang lain di sekitarnya. Satu-satunya orang yang mau berteman
saat ini dengan corrie hanyalah tante Lin. Tetapi telah menjadi rahasia umum
bahwa tante Lin adalah seorang mucikari. Siapapun yang berteman dengan tante
Lin sudah pasti tidak baik perangainya. Lama-kelamaan kabar angin itu mulai
berdesir di telinga Hanafi. Apalagi tante Lin punya kebiasaan merokok, itu
merupakan suatu kebiasaan yang tidak baik. Bahkan tante Lin bisa menghabiskan
berbatang-batang rokok di rumah Corrie. Hal inilah yang menyebabkan salah paham
Hanafi kepada Corrie. Salah paham itu menyebabkan Corrie di usir dari rumah
Hanafi. Hanafi menganggap Corrie telah melacurkan diri ketika melihat puntungan-puntungan
rokok berserakan dirumahnya. Apalagi Corrie berteman dengan seorang mucikari. Rintangan
demi rintangan menerjang menjadi prahara rumah tangga Corrie dan Hanafi. Hingga
akhirnya mereka berpisah.
Hidup Corrie semakin
terombang-ambing oleh nasibnya yang malang. Corrie harus bisa bertahan hidup
tanpa adanya Hanafi di sisinya. Suami
itu telah mengusir dirinya dari rumah. Kini Corrie harus memenuhi kehidupan
sehari-harinya dengan usaha dirinya sendiri. Corrie mencoba berbagai pekerjaan,
dia mencoba bekerja di perkantoran. Tetapi apa yang dia dapatkan? Corrie malah
dipandang rendah oleh bosnya. Bos itu mencoba melakukan pelecehan sosial
terhadap Corrie. Utungnya dia bisa melindungi dirinya sendiri dari buaya itu.
Tidak hanya itu saja, Corrie masih mendapat banyak tantangan lain yang
bertubi-tubi. Hingga takdir mengantarkannya kepada sebuah panti asuhan di
Semarang. Ditempat ini Corrie disambut baik oleh Nyonya van Dammen.
Lain Corrie, lain pula
nasib Rapiah. Apa guna menantikan suami yang tak mungkin kembali kepadamya.
Kini Rapiah bersama Ibu mertuanya meninggalkan rumah Hanafi dan kembali ke
tampat oramg tuanya. Rapiah dan Ibu Hanafi telah sepakat menjual rumah Hanafi
dan memulai hidup baru dengan tinggal di Bonjol, di tempat Rapiah dilahirkan
dan dibesarkan.
Tinggalah Hanafi
seorang diri tanpa orang yang mencintai dan dicintainya. Pada akhirnya Hanafi
sadar akan apa yang Ia lakukan kepada Corrie. Dia berjuang untuk bisa bertemu
Corrie lagi. Ketika Hanafi menemukan tempat yang dulunya dihuni Corrie,
ternyata Corrie tidak ada di tempat itu lagi. Corrie malah dikabarkan pergi ke
Semarang. Di dalam pencariannya, Hanafi mendapat tumpangan di tempat teman
kerjanya, dia adalah seorang bangsa Belanda yang bernama Piet. Di rumah ini Hanafi
mendapat pencerahan sedikit demi sedikit. Hanafi mulai tersadar bahwa semua yang dilakukannya itu jalan yang
salah. Dia menyia-nyiakan dua intan berlian yang sudah ada di genggamannya.
Rapiah seorang yang berbudi pekerti baik dan mencintainya, sedangkan Corrie
adalah orang yang dia cintai dan mencintainya. Ditambah lagi dengan durhakanya
Hanafi kepada ibunya sendiri. Itu adalah suatu hal yang sangat disesali Hanafi.
Semakin lama Hanafi semakin insaf akan kesalahan dirinya.
Tak perlu menunggu
lebih lama lagi, Hanafi kemudian pergi ke Semarang dan langsung menjurus ke
rumah Nyonya Van Dammen. Kemudian Nyonya yang telah berusia lanjut itu
memberitahukan bahwa orang yang Ia cari telah terbaring di Rumah Sakit karena
penyakit colera yang dideritanya. Tanpa berpikir panjang Hanafi langsung menuju
ke Rumah Sakit Paderi Semarang. Sesampainya Hanafi di Rumah Sakit itu Hanafi
hanya bisa melihat Corrie yang terkulai lemah tak berdaya lagi. Corrie
tersenyum ketika melihat Hanafi. Corrie pun membelai rambut Hanafi dan kemudian
Corrie terdiam seribu bahasa dan terkulai lemas dihadapan suaminya. Corrie
telah menghembuskan nafas terakhirnya.
”O,
Corrie!” kata Hanafi dengan menjerit, lalu rebahlah ia ke lantai dengan tidak
sadarkan diri. (hal.222)
Empat belas hari Hanafi
di rawat di Rumah Sakit Paderi setelah melepas kepergian istrinya. Setelah
semuanya membaik Hanafi langsung saja melangkah kakinya menuju kuburan, mencari
tempat dimana istrinya dikebumikan. Betapa mulianya hati seorang wanita yang
bernama Corrie itu. Ketika suaminya bermaksud membicarakan maksudnya untuk
menembok makam Corrie dengan Nyonya Van Dammen, Nyonya itu malah berkata bahwa
Corrie telah memberikan uang tabungannya kepada Nyonya itu untuk biaya
penembokan makam dan sisanya disumbangkan kepada anak panti.
Setinggi-tinggi
melambung, jatuhnya ke tanah jua. Pepatah itu menggambarkan keadaan Hanafi
sepeninggalan Corrie. Hanafi memutuskan kembali menemui ibunya dan Rapiah. Di tempat
itu Hanafi telah bertemu ibunya meluapkan
apa yang ada di angan-angannya, menceritakan apa yang telah dialaminya, dan
menyadari bahwa itu membuat luka dihati orang-orang yang mencintainya. Hingga
pada akhirnya Hanafi dan ibunya meninggalkan tempat mamaknya itu dan kembali ke
Koto Anau. Tetapi keadaan Hanafi semakin memburuk. Hanafi lebih senang
menyendiri meratapi kenyataan. Bahkan dia hanya menyahut dengan pendek ketika
seseorang menyapanya. Hingga saat itu posisi Corrie tak tergantikan oleh
siapapun. Bahkan oleh rapiah sekalipun.
Hanya ada Corrie dihati Hanafi. Pemilik cinta Hanafi.
Semakin hari keadaan
Hanafi semakin memburuk. Suatu ketika Hanafi muntah-muntah mengeluarkan darah.
Dukun beraanggapan bahwa sakit Hanafi itu datangnya dari jauh dari seberang
lautan. Setelah itu ibunya memanggil dokter untuk menolong Hanafi. Dokter itu
memeriksa Hanafi. Hanafi yang dengan sengaja ingin mengakhiri hidupnya dengan
menelan sublimat banyak-banyak menolak pertolongan dokter. Hanafi malah
menanyakan sesuatu kepada dokter sebuah pertanyaan tentang cinta.
“Dokter….tahu percintaan?
…….Dengarlah!
Sepanjang pendapat saya, cinta itu akan berbukti benar, bila yang menaruhnya
tahu menaruh sabar, tahu menegakkan
kepalanyadidalam segala rupa marabahaya serta rintangannya. Cinta itu tahu memberi korban, jika
perlu.Jika orang yang bercinta seketika saja sudah menundukan kepala atau
mencari jalan hendak … lari, setiap bertemu rintangannya, tidak sucilah cinta
itu….. ( hlm.260)
Disaat itu dokter tidak
bisa berbuat apaapa lagi untuk menolong Hanafi. Meskipun dia memompa perut
Hanafi pun tidak akan berguna lagi. Kemudian sang ibu datang ketempat Hanafi
yang terbaring lemas.
Dengan bimbingan hati mendekatlah ibunya
ke kepalanya, lalu Hanafi berkata dengan suara lemah-lembut,“ Ibu … ampuni …
akan … dosa … ku … syafe’i pelihara … baik-baik. Jangan … diturutnya jejakku …”
(
hlm.261)
Kemudian terdengar
Hanafi mengucap lafad lailaha illallah
muhammadar rosullulah. Hanafi telah menemui ajalnya bersama dengan ampunan
ibunya.
Hanafi di kuburkan di
Solok, di kuburan orang Eropa karena Hanafi sudah termasuk orang Belanda.
*****
Terima kasih baaanyyaaaakkkk!!!!
BalasHapuslagi butuh banget..
sekali lagi terima kasihh....