KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena pertolongan-Nya penulis dapat
menyelesaikan karya tulis berjudul: “Peran Jamur Rhizopus Oligosporus Dalam Proses Fermentasi Tempe Kedelai” ini
dengan lancar. Penyusunan karya tulis ini didasarkan pada pengamatan miselia Rhizopus oligosporus pada tempe didukung
dengan berbagai sumber tertulis yang diambil dari media masa, buku dan
internet. Dalam penyusunan karya tulis ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada Ibu Isti Prihatini selaku pembimbing dalam penulisan karya tulis.
Mengingat banyak
kekurangan yang penulis miliki, tentunya karya tulis ini memiliki banyak
kekurangan. Untuk itu penulis akan berterimakasih apabila ada pendapat dan
masukan berupa kritik ataupun saran demi perbaikan karya tulis ini. Selain itu
penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Palangkaraya, 07
September 2011
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………
DAFTAR ISI………………………………………………………….……......
DAFTAR DIAGRAM…………………………………………………………
DAFTAR GAMBAR……………………..…………………………………… DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………...…………
DAFTAR TABEL………………………………...……………………………
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Balakang………………………………………………........
1.2
Batasan
Masalah………………………………….………………
1.3
Rumusan
Masalah………………………………………………..
1.4
Tujuan dan Manfaat
Penelitian…………………………………...
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori…………………………………………………..
2.1.1
Jamur Rhizopus Oligosporus………………………………
2.1.2
Fermentasi……………………….………….……………..
2.1.3
Tempe………………………………………..……………
2.1.4
Mekanisme Pembentukan Tempe……………..…………...
BAB
III METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian………………………………………………….
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………..
3.3
Subjek Penelitian………………………………………………..
3.4
Objek Penelitian………………………………………………….
3.5
Tahap-Tahap Penelitian…………………………………………
3.5.1
Tahap Perencanaan……………………………………….
3.5.2
Tahap Pengolahan Data…………………………………..
3.5.3
Tahap Penulisan……………………………………………
BAB
IV PEMBAHASAN
4.1
Gambaran Umum Objek Penelitian…………………………….
4.2
Hasil Penelitian Pendahuluan……………………………………
4.2.1
Proses Pembuatan Tempe…………………………………
4.2.2
Pembahasan proses Pembuatan Tempe……………...……
4.3
Hasil Penelitian Utama…………………………………………
4.3.1
Dasar Penelitian…………………………………………...
4.3.2
Hasil Penelitian……………………………………………
4.3.3
Pembahasan hasil Penelitian……………..……………….
4.3.4
Simpulan Hasil Penelitian………………….………………
4.4
Kualitas Tempe……………………………………..……………
4.4.1
Ciri-Ciri Tempe yang Baik………………….…………….
4.4.2
Ciri-ciri Tempe yang Kurang Baik/Gagal……………...….
4.5
Kandungan Gizi Pada Tempe……………………………..……..
BAB
V PENUTUP
5.1
Simpulan………………………………………….…………......
5.2
Saran……………………………………………..………………
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………….
LAMPIRAN…………………………………………………...……………….
|
I
ii
iv
v
vi
vii
1
1
2
2
3
3
5
9
11
13
13
13
13
13
13
14
14
15
15
15
20
22
22
24
25
25
26
26
29
30
32
33
34
35
|
DAFTAR
DIAGRAM
Diagram 1 : Skema
Pembuatan Tempe………………………………………… 16
DAFTAR
GAMBAR
Gambar 1 : Proses Pencucian……………………………………………………
Gambar 2 : Perendaman dan Perebusan kedelai……………….........................
Gambar 3 : Pembuangan Kulit Ari Kedelai……………………………………..
Gambar 4 : Perebusan dan Pendinginan Kedelai……………..…………………
Gambar 5 : Pemberian Ragi Tempe……………………………………………..
Gambar 6 : Pembungkusan dan Penyimpanan…………………………………..
Gambar 7 : Ragi Tempe……………………………………………………….....
Gambar 8 : Kedelai…………………………………………...............................
Gambar 9 : Gelas Ukur…………………………………...……………………...
Gambar 10 : Timbangan………………………………………………...………..
Gambar 11 :
Wadah……………………………………………..……………..…
Gambar 12 :
Ember…………………………………..………………...……...….
Gambar 13 : Kompor
Gas……………………………..…...………………..……
Gambar 14 : Panci dan
Pengaduk……………………...…………......................
Gambar 15 :
Tampah/Nyiru………………………………….……………..….....
Gambar 16 : Pengaduk/entong……………………...……………..……..……....
Gambar 17 : Plastik
Pembungkus……………………………………….....……..
Gambar
18: Tempe 0 jam fermentasi…………………………………………....
Gambar
19: Tempe 30 jam fermentasi……………………………….…………..
Gambar
20: Tempe 50 jam fermentasi…………………………………….……..
Gambar
21: Tampe 90 jam fermentasi…………………………………………..
Gambar
22. Tempe dengan pembungkus plastik………………………...……….
Gambar
23. Tempe dengan pembungkus daun pisang………………………….
Gambar
24. Tempe dengan pembungkus daun jati…………………………........
|
17
17
18
18
19
19
35 35
36
36
36
36
36
36
36
36
36
37
3737
3738
38 38
|
DAFTAR
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Bahan yang
Digunakan dalam Pembuatan Tempe…………...……
35
Lampiran 2 : Alat yang
Digunakan dalam Pembuatan Tempe…………………..
36
Lampiran 3 : Perubahan
Tempe Selama 90 Jam……………………………….... 37
Lampiran 4 : Tempe
Hasil Fermentasi…………………………………...……… 38
DAFTAR
TABEL
Tabel 1 : Perubahan Struktur Tempe
Hasil Fermentasi………………….............
24
Tabel
2 :
Penyebab
Kegagalan Pembuatan Tempe …………………………………………... 28
Tabel 3 : Kandungan Zat
Gizi dalam 100 gram Kedelai dan Tempe…………..... 30
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tempe adalah salah satu makanan
tradisional yang dikenal oleh masyarakat Indonesia dan mulai digemari pula oleh
berbagi kelompok masyarakat Barat. Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan.
Namun demikian yang biasa dikenal sebagai tempe oleh masyarakat pada umumnya
ialah tempe yang dibuat dari kedelai.
Sebenarnya
pembuatan tempe merupakan proses fermentasi yang melibatkan salah satu jenis
mikroorganisme yaitu jamur atau kapang sehingga membentuk padatan kompak
berwarna putih. Jenis jamur yang bisa
digunakan dalam proses fermentasi seperti Rhizopus oligosporus,
Rhizopus oryzae, Rhizopus Stolonife , dan Rhizopus arrhizus. Tetapi yang paling sering
digunakan dalam pembuatan tempe adalah Rhizopus
Oligoporus . Orang awam biasa mengenal jamur ini dengan sebutan ragi tempe.
Rhizopus
Oligoporus menghasilkan
enzim fitase
yang memecah fitat
membuat komponen makro
pada kedelai dipecah menjadi komponen mikro
sehingga tempe
lebih mudah dicerna dan zat gizinya lebih mudah terserap tubuh. Melalui proses fermentasi, kedelai
menjadi lebih enak dan meningkatkan nilai nutrisinya. Rasa dan aroma kedelai
memang berubah setelah menjadi tempe. Tempe yang masih baru memiliki rasa dan bau yang spesifik.
1.2 Batasan
Masalah
Karya
tulis ini secara khusus dan terperici membahas tentang peran jamur Rhizopus Oligosporus dalam proses
fermentasi pada kedelai sehingga menghasilkan tempe yang memiliki rasa yang
khas serta gizi yang baik bagi tubuh.
1.3 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah di uraikan di atas, dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana proses fermentasi kedelai
sehingga menghasilkan tempe?
2. Apa peran jamur Rhizopus Oligosporus pada fermentasi kedelai sehingga menghasilkan
tempe?
3. Bagaimana Kandungan gizi tempe hasil
fermentasi?
1.4 Tujuan
dan Manfaat Penelitian
Adapun
tujuan serta manfaat dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui manfaat jamur Rhizopus Oligosporus pada fermentasi
kedelai sehingga menghasilkan tempe.
2. Dapat mengetahui langkah pembuatan
tempe melalui proses fermentasi.
3. Dapat mengetahui gizi yang
terkandung dalam tempe kedelai.
4. Sebagai bahan belajar serta menambah
wawasan bagi pelajar dan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan
Teori
2.1.1 Jamur
Rhizopus Oligosporus
Menurut
Diah Aryulina dalam bukunya Biologi 1 SMA dan MA untuk Kelas X 2006: 118,
dikatakan bahwa jamur adalah organisme eukariotik dengan dinding sel yang
tersusun dari kitin. Jamur tidak memiliki klorofil untuk melakukan
fotosintesis. Jamur menyerap zat organik dari lingkungannya. Sebelum diserap,
zat organik kompleks akan diuraikan menjadi zat organik sederhana oleh enzim
yang dikeluarkan jamur.
Menurut Eva Latifah Hanum dalam
bukunya Biologi SMA dan MA X 2009: 134, dikatakan bahwa bentuk jamur mirip
dengan tumbuhan, tetapi jamur tidak memiliki daun dan akar sejati. Selain itu,
jamur tidak memiliki klorofil sehingga tidak mampu berfotosintesis. Dengan
demikian, jamur merupakan organisme heterotrop, yaitu organisme yang cara
memperoleh makanannya dengan mengabsorbsi nutrisi dari lingkungannya atau
substratnya. Sebelum mengabsorbsi makanan yang masih berupa senyawa kompleks,
ia mensekresikan enzim hidrolitik ekstraseluler atau ferment untuk menguraikannya
lebih dahulu di luar selnya. Jamur ada yang hidup sebagai parasit, ada pula
yang bersifat saprofit. Selain itu, ada pula yang bersimbiosis dengan organisme
lain secara mutualisme. Sebagai parasit, jamur mengambil makanan langsung dari
inangnya. Jamur jenis ini memiliki haustorium, yaitu hifa khusus untuk menyerap
makanan langsung dari inangnya.
Sebagai saprofit, jamur mengambil makanan dari
sisa-sisa organisme lain yang telah mati. Jamur yang bersimbiosis, mengambil
nutrisi berupa zat organik dari organisme lain dan organisme itu mendapatkan
zat tertentu yang bermanfaat dari jamur tersebut. Jamur dapat berkembang biak
secara aseksual dan seksual. Meski demikian, perkembangbiakan secara seksual
lebih mendominasi karena dilakukan hampir semua jamur.
Menurut Drs. Sudjino dalam bukunya
Biologi Kelas X 2005: 151, dikatakan bahwa tanpa kita sadari tempe yang kita
makan mengandung jamur. Setelah hari pertama pembuatan tempe, mulailah muncul
benang-benang halus berwarna putih. Hari berikutnya, benang-banang tersebut
semakin menebal dan biji kedelai tidak nampak lagi. Benang-banang putih pada
tempe itu sebenarnya adalah hifa. Hifa-hifa tersebut tumbuh bercabang-cabang
sehingga menyerupai kapas. Jamur yang berperan dalam pembuatan tempe tersebut
merupakan salah satu dari jamur Rhizopus
yang tergolong dalam Divisi Zygomycotina.
Nama Zygomycotina berasal dari
istilah zigosporangium yaitu badan penghasil spora (zigospora). Zigospora
merupakan spora istirahat yang memiliki dinding tebal.
Menurut D dan L Foods dalam artikelnya Tempe 2009:1,
dikatakan bahwa ragi yang digunakan dalam pembuatan tempe adalah Rhizoporous Oligosporus. Ini adalah
jamur berjenis filamentous, dan bukan
dari jenis bakteri. Jamur jenis ini adalah jamur baik, mirip dengan jamur yang
digunakan pada pembuatan keju. Jamur ini memainkan peranan penting pada
“mencerna dini” sebagian besar protein kedelai, merubah protein menjadi asam
amino yang menjadikan tempe mudah dicerna oleh manusia. Jamur ini juga
menghasilkan ensim phytase yang
mengurai phytase pada kedelai. Dengan
demikian, membantu penyerapan lebih optimal untuk mineral seperti zinc, zat besi dan kalsium pada
pencernaan manusia.
Menurut Sitoresmi Triwibowo dalam
bukunya Cermin Dunia kedokteran 1996: 53, dikatakan bahwa Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim protease. Perombakan senyawa kompleks protein menjadi
senyawa-senyawa lebih sederhana adalah penting dalam fermentasi tempe, dan merupakan
salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein
nabati yang memiliki nilai cerna amat tinggi.
Menurut
Cillperqueen dalam artikelnya zygomycotina
2010:7, dikatakan bahwa Rhizopus yang
terdapat pada ragi tempe mempunyai daya untuk memecah putih telur dan lemak.
Oleh karena itu, ia berperan dalam pembuatan tempe dan oncom putih. Jamur tempe
mempunyai hifa yang berguna untuk menyerap makanan dari kacang kedelai. Dalam
waktu dua sampai tiga hari, kumpulan hifa tersebut akan membungkus kedelai yang
kemudian disebut tempe. Selain pada tempe, jamur ini juga dapat tumbuh di
tempat-tempat yang lembab.
Rhizopus
oligosporus membentuk hifa
penetrasi rata-rata 1400 μm2 (+300μm2) diluar
permukaan kotiledon dan1010μm2 (340μm2) pada bagian dalam
(flat). Hifa terinfiltasi pada 742 μm2 atau sekitar 25% rata-rata
lebar kotiledon kedelai.
2.1.2
Fermentasi
Fermentasi berasal dari kata Latin ”fervere” yang berarti mendidih, yang menunjukkan adanya aktivitas
dari yeast pada ekstrak buah-buahan
atau larutan malt biji-bijian.
Kelihatan seperti mendidih disebabkan karena terbentuknya gelembung-gelembung
gas CO2 yang diakibatkan proses katabolisme atau biodegradasi secara
anaerobik dari gula yang ada dalam ekstrak.
Fermentasi adalah
proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebuh sederhana dengan
bantuan enzim mikro organisme. Proses ini dapat berlangsung dalam lingkungan
aerob maupun anaerob tergantung mikro organisme.
Fermentasi ditinjau secara biokimia mempunyai perbedaan
arti dengan mikrobiologi industri. Secara biokimia, fermentasi diartikan
sebagai terbentuknya energi oleh proses katabolisme bahan organik, sedang dalam
mikrobiologi industri, fermentasi diartikan lebih luas yaitu sebagai suatu
proses untuk mengubah bahan baku menjadi suatu produk oleh massa sel mikroba.
Dalam hal ini, fermentasi berarti pula pembentukan komponen sel secara aerob
yang dikenal dengan proses anabolisme atau biosintesis.
Mikrobiologi industri adalah fermentasi dalam pengertian
yang lebih luas yang menguraikan macam-macam proses guna memperoleh hasil dalam
skala industri dengan mass culture
atau mikroba. Secara komersial, fermentasi dibagi menjadi 4 tipe, yaitu
:
1.
Fermentasi yang menghasilkan sel mikroba atau biomassa.
2.
Fermentasi yang menghasilkan enzim mikroba.
3.
Fermentasi yang menghasilkan metabolit mikroba
baik primer maupun sekunder.
4.
Fermentasi yang memodifikasi bahan yang disebut
pula dengan proses transformasi.
Fermentas memanfaatkan
kemampuan mikroba untuk menghasilkan metabolit primer dan metabolit skunder
dalam suatu lingkungan yang dikendalikan. Proses pertumbuhan mikroba merupakan
tahap awal proses fermentasi yang dikendalikan terutama dalam pengembangan inokulum
agar dapat diperoleh sel yang hidup. Pengendalian dilakukan dengan pengaturan
kondisi medium, komposisi medium, suplai
O2, dan agitasi. Bahkan jumlah mikroba dalam farmetor juga harus dikendalikan
sehingga tidak terjadi kompetisi dalam penggunaan nutrisi. Nutrisi dan produk
fermentasi juge perlu dikendalikan, sebab jika berlebih nutrisi dan produk
metabolit hasil fermentasi tersebut dapat menyebabkan inhibisi dan represi.
Pengendalian diperlukan karena pertumbuhan biomassa
dalam suatu medium fermentasi dipengaruhi banyak faktor baik ekstraseluler
maupun faktor intraseluler(Anonim, 2007).
Syarat-syarat terjadinya fermentasi
yaitu:
1. Terdapat lingkungan yang sesuai
untuk berkembang, misalnya:
a. Makanan (nutrisi) yang sesuai,
b. pH, aktivitas air dan temperatur
yang sesuai.
2. Terdapat mikroba yang dapat
berkembang pada lingkungan tersebut.
3. Mikroba tersebut memang tumbuh dan
berkembang(Adam dan Moss, 2000:2).
Berkaitan
dengan hal pertama, keadaan lingkungan yang mendukung, maka kita dapat membagi
faktor lingkungan ini ke dalam dua bagian besar, yaitu faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik. Akan tetapi, semua faktor lingkungan yang dibicarakan
menjadi sebuah semesta pembicaraan yang tidak terpisahkan, karena saling
terkait satu dan lainnya. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan
ekologi(Adam dan Moss, 2001:3).
1. Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik artinya adalah
segala sesuatu yang terdapat atau melekat pada lingkungan (media) tempat tumbuh
mikroba tersebut. Apabila diasumsikan media berada pada kondisi stabil dan
steril, faktor intrinsik ini tidak akan berubah-ubah kondisinya.
Adapun faktor intrinsik terjadinya
fermentasi yaitu:
a) Nutrien
Perkembangan
atau pertumbuhan dapat berlangsung apabila mikroba dapat melakukan sintesis
komponen-komponen selular dan energi dengan mengambil nutrisi dari
lingkungannya.
Komponen nutritif ini adalah:
a. karbohidrat, atau sumber C,
b. protein, asam amino, atau sumber N,
c. lipid, terutama asam lemak esensial,
d. mineral,
e. vitamin.
Adapun air tidak dianggap sebagai komponen
nutritif, tetapi penting sebagai medium terjadinya reaksi biokimia dalam proses
sintesis komponen sel dan energi(Adam dan Moss, 2000:6).
Semua bahan pangan memiliki kelima
komponen tersebut, baik secara natural memang terdapat disana, ataupun dengan
cara ditambahkan. Komposisi kelima komponen nutrisi pada setiap bahan pangan
berbeda, diantaranya dipengaruhi oleh faktor:
a. Varietas
b. Lokasi diperoleh
c. Tingkat kematangan
d. Kualitas bahan pangan
b) Faktor penghambat dan stimulant
a. Aktivitas air
b. pH
c. Potensial redoks(Ray, 2004: 4)
2. Faktor
Ekstrinsik
Faktor
ekstrinsik berarti keadaan lingkungan yang dapat berubah dikarenakan entitasnya
tidak melekat pada lingkungan (media) tempat tumbuh mikroba, melainkan
dikarenakan kondisi di sekitar media tersebut.
Adapun faktor
ektrinsik terjadinya fermentasi yaitu:
a. Kelembaban relatif, RH
b. Temperature
c. Komposisi gas(Adam dan Moss, 2000:5)
Kapang tempe bersifat aerob obligat membutuhkan
oksigen untuk pertumbuhannya,
sehingga apabila dalam proses fermentasi itu kurang oksigen maka pertumbuhan
kapang akan terhambat dan proses fermentasinya pun tidak berjalan lancar. Oleh
karena itu, pada pembungkus tempe biasanya dilakukan penusukan dengan lidi yang
bertujuan agar oksigen dapat masuk dalam bahan tempe. Sebaiknya jika dalam proses
fermentasinya kelebihan oksigen, dapat menyebabkan proses metabolismenya
terlalu cepat sehingga suhu naik dan pertumbuhan kapang terhambat(Nurita Puji
Astuti, 2009:8).
Fermentasi adalah suatu proses metabolisme yang
menghasilkan produk-produk pecahan baru dan substrat organik karena adanya
aktivitas atau kegiatan mikroba. Fermentasi kedelai menjadi tempe oleh Rhizopus Oligosporus terjadi pada kondisi anaerob.
Hasil fermentasi tergantung pada fungsi bahan pangan atau substrat mikroba dan
kondisi sekelilingnya yang mempengaruhi
pertumbuhannya. Dengan adanya fermentasi dapat menyebabkan beberapa
perubahan sifat kedelai tersebut. Senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi
adalah karbohidrat.
Selain meningkatkan mutu gizi, fermentasi kedelai
menjadi tempe juga mengubah aroma kedelai yang berbau langu menjadi aroma khas
tempe. Tempe segar mempunyai aroma lembut seperti jamur yang berasal dari aroma
miselium kapang bercampur dengan aroma lezat dari asam amino bebas dan aroma
yang ditimbulkan karena penguraian lemak. Semakin lama fermentasi berlangsung,
aroma yang lembut berubah menjadi tajam karena terjadi pelepasan amonia.
Dalam proses fermentasi tempe kedelai, substrat yang
digunakan adalah keping-keping biji kedelai yang telah direbus,
mikroorganismenya berupa kapang tempe Rhizopus Oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (dapat kombinasi dua spesies
atau tiga-tiganya), dan lingkungan pendukung yang terdiri dari suhu 300 C, pH
awal 6,8 serta kelembaban nisbi 70-80 %.
Dengan adanya
proses fermentasi itu kedelai yang dibuat tempe rasanya menjadi enak dan
nutrisinya lebih mudah dicerna tubuh dibandingkan kedelai yang dimakan tanpa
mengalami fermentasi. Keuntungan lain dengan dibuat tempe adalah bau langu
hilang serta cita rasa dan aroma kedelai bertambah sedap(Nurita Puji Astuti,
2009:9).
2.1.3 Tempe
Tempe adalah makanan
yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai
atau beberapa bahan
lain
yang menggunakan beberapa jenis kapang
Rhizopus,
seperti Rhizopus oligosporus,
Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (kapang roti), atau Rhizopus
arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi
tempe".
Kapang
yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat
pangan, kalsium,
vitamin
B
dan zat besi.
Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika
untuk menyembuhkan infeksi
dan antioksidan pencegah penyakit
degeneratif.
Dalam
Wikipedia bahasa Indonesia dikatakan bahwa secara umum tempe berwarna
putih karena pertumbuhan miselia
kapang yang merekatkan biji-biji kedelai
sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai
pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu,
tempe terasa agak masam.
Proses
pembuatan tempe dapat diawali dengan perebusan kacang kedelai ± 2 jam dan
dibiarkan dalam air perebus tanpa api ± 24 jam. Kemudian kulit bijinya dibuang
dan direbus kembali selama setengah jam, lalu ditiriskan untuk didinginkan.
Setelah cukup dingin dicampur bibit tempe dan dibentuk menjadi
lempengan-lempengan tipis, dibungkus daun pisang atau dalam kantung plastik
yang dilubangi agar panas dapat keluar dengan uap air yang terjadi. Tempe
dibiarkan mengalami fermentasi selama 24 jam maka terjadilah hasil olahan tempe
yang diliputi benang-benang jamur secara merata. Campuran untuk membuat tempe
dapat ditambah tepung atau ampas tahu agar pertumbuhan jamur lebih baik(Anonim,
2008:39).
Tempe merupakan produk olahan kedelai
yang terbentuk atas jasa
kapang
jenis Rhizopus sp melalui proses fermentasi. Banyak perubahan yang
terjadi selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe, baik yang menyangkut perubahan
fisik, biokimia dan mikrobiologi yang semuanya berdampak menguntungkan terhadap
sumbangan gizi dan kesehatan. Kerja Rhizopus sp mampu mengubah kedelai
menjadi tempe yang berasa lebih enak, lebih bergizi dan berfungsi sebagai
makanan sehat(Nurita Puji Astuti, 2009:11).
Tempe
yang baik harus memenuhi syarat mutu secara fisik dan kimiawi. Tempe dikatakan
memiliki mutu fisik jika tempe itu sudah memenuhi ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Warna
putih.
b.Tekstur
tempe kompak.
c. Aroma
dan rasa khas tempe.
Tempe dengan kualitas buruk ditandai
dengan sifat fisik sebagai berikut :
a. Permukaannya
yang basah.
b. Struktur
tidak kompak.
c. Adanya
bercak bercak hitam.
d. Adanya
bau amoniak dan alcohol
e. Beracun.
Daya tahan tempe juga dipengaruhi oleh
temperatur ruang tempat penyimpanan. Pada suhu rendah, proses metabolisme
peragian lanjut akan terhambat, misalnya di dalam lemari pendingin. Tempe dapat
tahan disimpan selama 3 hari tanpa adanya perubahan warna dan rasa. Namun, pada
hari kelima, warna akan berubah menjadi kekuning-kuningan dan rasa busuk akan
mulai muncul(Nurita Puji Astuti, 2009:14).
2.1.4.
Mekanisme Pembentukan Tempe
Menurut Dinda dalam artikelnya
fermentasi tempe 2008:1, dikatakan bahwa mekanisme pembentukan tempe melalui
dua tahapan sebagai berikut:
1.
Perkecambahan spora
Perkecambahan Rhizopus oligosporus berlangsung melalui
dua tahapan yang amat jelas, yaitu pembengkakan dan penonjolan keluar tabung
kecambah. Kondisi optimal perkecambahan adalah suhu 420 C dan pH
4,0. Beberapa senyawa karbohidrat tertentu diperlukan agar awal pembengkakan
spora ini dapat terjadi. Pembengkakan tersebut diikuti dengan penonjolan keluar
tabung kecambahnya, bila tersedia sumber-sumber karbon dan nitrogen dari luar. Senyawa-senyawa
yang dapat menjadi pendorong terbaik agar terjadi proses perkecambahan adalah
asam amino prolin dan alanin, dan senyawa gula glukosa annosa dan xilosa.
2. Proses miselia
menembus jaringan biji kedelai
Proses fermentasi
hifa jamur tempe dengan menembus biji kedelai yang keras itu dan tumbuh
dengan mengambil makanan dari biji kedelai. Karena penetrasi dinding sel biji
tidak rusak meskipun sisi selnya dirombak dan diambil. Rentang kedalaman
penetrasi miselia kedalam biji melalui sisi luar kepiting biji yang cembung,
dan hanya pada permukaan saja dengan sedikit penetrasi miselia, menerobos
kedalam lapisan sel melalui sela-sela dibawahnya. Konsep tersebut didukung
adanya gambar foto mikrograf dari beberapa tahapan terganggunya sel biji
kedelai oleh miselia tidak lebih dari 2 lapisan sel. Sedangkan perubahan
kimiawi seterusnya dalam biji terjadi oleh aktifitas enzim ekstraseluler yang
diproduksi / dilepas ujung miselia.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Penelitian ini menurut jenisnya
merupakan penelitian observasi dan interview. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peran jamur Rhizopus
oligosporus yang tumbuh pada tempe kedelai dengan cara mengamati kedelai
hasil fermentasi dan interview yaitu dengan melakukan tanya jawab dengan
beberapa sumber yang menguasai dan
memahami tentang fermentasi tempe.
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian karya tulis ini dilakukan
selama tiga hari di Pabrik Tempe Kecamatan Antang Kalang pada tanggal 25-27
Agustus 2011. Penelitian juga dilakukan di rumah penulis sendiri selama lima
hari pada tanggal 25-30 Agustus 2011.
3.3
Subjek Penelitian
Adapun subjek penelitian dalam pembuatan
karya tulis ini adalah beberapa pembuat tempe yang ada di Kecamatan Antang
Kalang dan penulis sendiri.
3.4 Objek Penelitian
Pada penulisan karya tulis ini,
dilakukan penelitian dengan observasi langsung di pabrik tempe dan membuat
objek penelitian sendiri, yaitu dengan mengamati perkembangan Rhizopus oligosporus yang terdapat pada
tempe kedelai.
3.5
Tahap-tahap Penelitian
3.5.1
Tahap Perencanaan
Rencana dari pembuatan karya tulis ini
adalah untuk mengetahui proses fermentasi oleh jamur Rhizopus oligosporus pada kedelai.
3.5.2 Tahap Pengolahan Data
a.
Pengeditan (editing)
Tahap pengeditan adalah untuk melakukan
pengecekan kelengkapan data, kesinambungan data dan keseragaman data. Data yang
dimasukkan dalam proses editing adalah nama sampel.
b. Pemberian
kode (koding)
Tahap pemberian kode dilakukan untuk
mempermudah dalam pengolahan data.
c. Pemasukan
Data (enteri data)
Tahap ini merupakan
proses pemasukan data dalam suatu program komputer. Data yang dimasukkan
merupakan hasil dari penelitian perubahan struktur jamur Rhizopus oligosporus dalam jangka waktu 90 jam.
d. Tabulasi
Data
Tahap ini mencangkup proses penyusunan
data dan penyajian dalam bentuk tabel.
3.5.3 Tahap Penulisan
a. Studi
Pustaka
Dalam penyusunan karya tulis ini
digunakan metode literatur yaitu dangan menggunakan beberapa buku dan artikel
sebagai bahan referensi yang berkaitan erat dengan masalah yang dibahas dalam
karya tulis ini.
b. Internet
Sebagian dari penulisan karya tulis ini
mengambil data-data dari internet berupa artikel yang ada kaitannya dengan
masalah yang dibahas.
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1
Gambaran Umum Objek Penelitian
Secara umum diketahui
bahwa tempe merupakan produk olahan yang menggunakan proses fermentsi. Dalam
proses fermentasi melibatkan salah satu jenis kapang yaitu Rhizopus oligosporus. Dengan bantuan kapang ini biji kedelai mulai
terlihat dipenuhi oleh serat-serat putih. Dalam waktu beberapa hari akan
terlihat perubahan yang terjadi pada kedelai baik secara fisik maupun aroma dan
rasanya.
Proses pembentukan
serat-serat putih itu akan timbul ketika kedelai di kondisikan pada suhu
tertentu. Biasanya dalam praktiknya kedelai yang telah diberi ragi tempe
dibungkus menggunakan daun pisang ataupun plastik untuk mengkondisikan dalam
suhu tertentu agar Rhizopus oligosporus
dapat berkembang dengan optimal. Dengan kondisi ini diharapkan dapat diperoleh
tempe dengan keriteria baik.
4.2
Hasil Penelitian Pendahuluan
Dalam penelitian pendahuluan ini
dilakukan observasi dan praktikum pembuatan tempe. Hasil dari penelitian
pendahuluan ini selanjutnya akan digunakan sebagai acuan penelitian utama.
4.2.1 Proses Pembuatan
Tempe
a. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan
1. Kedelai
13kg
2. Ragi Tempe 13gr
Alat yang digunakan
1. Panci 1 buah
2. Kompor 1 buah
3. Tampah/nyiru 2 buah
4. Entong(sendok
nasi) 1 buah
5. Ember
plastik 1 buah
6. Plastik
pembungkus 60 lembar
7. Daun
pisang 1
ikat
Persiapan yang
dilakukan
1. Mempersiapkan bahan yang akan diolah (kedelai)
pilih yang berkualitas baik.
2. Persiapkan alat yang akan
dipergunakan.
c.
Tahap pembuatan tempe
1. Skema Proses Pembuatan Tempe
Diagram
1. Skema Pembuatan Tempe
Kedelai
|
1.Bersihkan dan cuci
|
2.
Rebus dan rendam
|
5.
Aduk dan ratakan
|
6.
Bungkus dan diamkan
|
Tempe kedelai
|
3.
Kulit air dibuang
|
4.
Rebus dan dinginkan
|
Laru (ragi tempe)
|
2. Keterangan
Proses Pembuatan Tempe
a. Pilih
kedelai dengan kualitas baik, kemudian bersihkan dan cuci dengan air bersih
hingga kotoran hilang.
Gambar 1. Proses Pencucian
b. Setelah
bersih rebus kedelai selama setengah jam.kemudian rendam kedelai dalam air
perebus dengan menambahkan 10 ml asam laktat tiap satu liter air perebus
sehingga diperoleh pH=5, dalam satu malam. Setelah direndam dalam air perebus,
buang kulit ari kedelai.
Gambar 2. Perendaman dan Perebusan
Kedelai
c. Setelah
satu malam kedelai direndam dalam air perebus, kulit ari kedelai dibuang.
Gambar 3.
Pembuangan Kulit Ari Kedelai
d.
Kedelai yang telah dibuang kulitnya
kemudian rebus/kukus dengan menggunakan air yang baru. Perebusan dilakukan
dalam waktu 90 menit, sampai titik didih tercapai. Kemudian kedelai yang telah
direbus itu tiriskan pada tampah yang telah beralaskan daun pisang, dinginkan
sambil diaduk dan diratakan.
Gambar 4. Perebusan dan Pendinginan Kedelai
e.
Setelah rebusan kedelai dingin dan
diratakan, taburkan ragi tempe secara meratadengan alat pengaduk atau tangan.
Gambar 5. Pemberian Ragi Tempe
f. Kedelai
yang telah dicampur denga ragi tape kemudian bungkus dengan menggunakan plastik
atau daun pisang. Untuk tempe yang dibungkus dengan menggunakan plastik, tusuk
permukaannya dengan lidi. Kemudian simpan dalam tempat yang aman.
Gambar 6. Pembungkusan dan Penyimpanan
g. dalam waktu 2-3
hari, tempe kedelai sudah jadi. Sebenarnya tempe sudah jadi pada selang waktu
18-36 jam dari pembungkusan.
4.2.2 Pembahasan Proses Pembuatan
Tempe
Pada tahap
awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap perebusan ini berfungsi
sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap
air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai
supaya nantinya dapat menyerap asam pada tahap perendaman. Namun, perebusan
terlalu lama menyebabkan kedelai terlalu lunak sehingga pada
waktu pengupasan kulit kedelai dapat mengakibatkan banyak kedelai yang
patah/remuk. Sebaliknya perebusan yang terlalu singkat, menyebabkan enzim
penyebab kelanguan belum semuanya mati, sehingga ketika terjadi pengupasan
kulit kedelai enzim tersebut akan bekerja dan mengakibatkan kedelainya berbau
langu.
Setelah
direbus, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah untuk hidrasi
biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi
asam laktat
secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi asam
laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih pada air rendaman
akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum
(misalnya di negara-negara subtropis, asam perlu ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam
laktat dan pengasaman ini ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan
menghilangkan bakteri-bakteri beracun.
Kulit biji
kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus biji
kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan,
diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji.
Proses
pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk
oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan
kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.
Inokulasi dilakukan dengan penambahan
inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang
tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan
secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras,
atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur Rhizopus oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat
tempe di luar Indonesia). Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Penebaran inokulum pada permukaan
kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum
pembungkusan.
2. Inokulum dapat dicampurkan langsung
pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.
Setelah
diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk
fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun
pisang atau plastik), asalkan memungkinkan masuknya udara karena
kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Dalam pembungkusan menggunakan
plastik, biasanya dilakukan penusukan pada permukaan plastik. Hal ini bertujuan
untuk memberikan jalan udara agar masuk ke dalam kedelai.
Biji-biji
kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus
biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada
suhu 20 °C-37 °C selama 18-36 jam. Waktu fermentasi yang lebih
singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang
lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya
membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.
4.3 Hasil Penelitian Utama
Berdasarkan
penelitian pendahuluan dilakukan proses fermentasi dengan prosedur yang benar,
sehingga diperoleh tempe dengan kriteria baik. Dalam prosesnya, ragi tempe
(kapang Rhizopus oligosporus)
berperan dalam perubahan kedelai menjadi tempe. Setiap jam Rhizopus itu akan terus berkembang sehingga kedelai dipenuhi oleh
miselia putih dipermukaannya.
Pada
penelitian ini, tempe yang menjadi objek penelitian adalah tempe yang dibungkus
dengan menggunakan plastik. Penggunaan plastik dalam penelitian ini bertujuan
agar Rhizopus oligosporus yang
berkembang pada permukaan tempe dapat terlihat dengan jelas sehingga mudah
diamati perubahannya.
4.3.1
Dasar Penelitian
Yang
menjadi dasar penelitian adalah perubahan warna, aroma, tekstur, dan suhu yang
terjadi pada tempe selama 90 jam fermentasi.
a. Warna
Warna
penting bagi makanan, baik bagi makanan yang tidak diproses maupun makanan yang
diproduksi. Bersama-sama dengan aroma, tekstur, rasa dan kekompakan, warna
memegang peranan penting dalam penerimaan makanan. Selain itu, warna dapat
memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan seperti pencoklatan.
Warna khas tempe adalah putih. Warna putih ini disebabkan adanya miselia kapang
yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tetapi pembungkus tempe juga
mempengaruhi warna tempe. Misalnya saja tempe dengan pembungkus daun pisang
warnanya akan berbeda dengan warna tempe yang dibungkus dengan plastik.
b.
Aroma
Aroma
berhubungan dengan indera pembauan yang berfungsi untuk menilai produk. Cita
rasa bahan pangan sesungguhnya terdiri dari komponen yaitu bau, rasa dan
rangsangan mulut. Bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan. Aroma
khas tempe bisa dikatakan berbau langu. Aroma langu khas kedelai disebabkan
enzim lipsigenase yang terkandung dalam kedelai. Aroma langu tersebut
menjadi berkurang karena kedelai difermentasi menjadi tempe.
c. Tekstur
Penginderaan tekstur yang berasal dari
sentuhan dapat ditangkap oleh seluruh permukaan kulit. Biasanya jika orang
ingin menilai tekstur bahan digunakan ujung jari tangan. Macam-macam
penginderaan tekstur yang dapat dinilai dengan ujung jari meliputi kebasahan,
kering, keras, halus, kasar dan berminyak. Tekstur yang diteliti dalam
perubahan tempe selama 90 jam yaitu dari kekompakan dan tingkat kepadatan.
Kekompakan tekstur tempe disebabkan oleh miselia-miselia kapang yang
menghubungkan antara biji-biji kedelai. Kompak tidaknya tekstur tempe dapat
diketahui dengan melihat lebat tidaknya miselia yang tumbuh pada permukaan
tempe. Apabila miselia tampak lebat, hal ini menunjukkan bahwa tekstur tempe
telah membentuk masa yang kompak, begitu juga sebaliknya.
d. Suhu
Pengindraan terhadap perubahan suhu
dapat dilakukan dengan sentuhan tangan. Perubahan suhu menunjukan aktivitas Rhizopus oligosporus. Didalam teori
dijelaskan bahwa Rhizopus oligosporus
dapar berkembang dalam lingkungan aerob
(memerlukan oksigen). Oksigen yang berperan dalam fermentasi menyebabkan
perubahan suhu pada permukaan tempe. Hal ini ditunjukan dengan adanya
titik-titik air yang ada di permukaan tempe. Titik-titik air akan timbul karana
adanya aktivitas pengembunan. Pengembunan akan terjadi jika didalam suatu
lingkungan terdapat perubahan suhu dari panas menjadi dingin.
4.3.2 Hasil Penelitian
1. Tabel
hasil penelitian perkembangan struktur tempe dalam 90 jam fermentasi.
Tabel 1. Perubahan Struktur
Tempe Hasil Fermentasi
No
|
Lama
Fermentasi
|
Warna
|
Aroma
|
Tekstur
|
|
Suhu
|
|
|
|
|
Kekom-pakan
|
Kepadatan
|
|
1
|
0
jam
|
Warna biji kedelai
|
Identik aroma biji kedelai
|
Tidak terdapat miselia
|
Tidak padat/
masih berupa biji kedelai
|
Dingin
|
2
|
30
jam
|
Putih kompak
|
Aroma khas tempe
|
Terdapat miselia berwarna putih
yang memenuhi permuka-an biji kedelai
|
Mulai mema-dat
|
Hangat
(terjadi pengembunan)
|
3
|
50
jam
|
Putih sangat kompak
|
Aroma khas tempe
|
Terdapat miselia berwarna putih
yang me-menuhi permuka-an kedelai
|
Sangat padat dan keras
|
Hangat
(terjadi pengembunan)
|
4
|
90
jam
|
Permukaan tempe berwar-na hitam
|
Aroma amoniak (bau tempe yang
telah busuk)
|
Miselia Rhizopus oligos-porus yang mulanya putih berubah warna menjadi
bercak-bercak hitam
|
Mulai terasa lembek
|
Hangat
(terjadi pengembunan)
|
4.3.3 Pembahasan Hasil Penelitian
Pada proses awal fermentasi(0 jam)
wujud tempe belum dapat dikatakan tempe karena masih berwujud biji kedelai.
Aroma yang dapat dilihat juga masih berupa aroma kedelai.
Miselia Rhizopus oligosporus pada kedelai mulai tumbuh aktif ketika 30 jam
fermentasi. Perkembangan itu ditandai dengan adanya perubahan aroma menjadi
aroma khas tempe, struktur miselia yang mulai memadat, perubahan suhu dan
pengembunan pada permukaan tempe. Perubahan suhu dan mengembunan menandakan
bahwa miselia mulai berkembang. Oksigen dan suhu ruang fermentasi merupakan
faktor penyebab terjadinya pengembunan.
Miselia akan terus berkembang sampai
pada 50 jam fermentasi. Setelah 50 jam fermentasi, tempe akan mulai
terkontaminasi jamur lain. Jamur-jamur itu akan masuk melalui lubang-lubang pada
plastik, sehingga akan tampak jamur-jamur hitam disekitar lubang tersebut. Pada
tahap ini suhu tempe tatap terasa hangat karena masih terjadi perkembangan
miselia jamur lain dengan menggunakan oksigen.
Setelah 90 jam fermentasi telah terjadi proses
pembusukan. Dalam tahap ini jamur-jamur hitam itu mulai menyebar keseluruh
permukaan tempe yang menyebabkan tempe terasa lembek dan mulai tercium bau
tidak sedap (amoniak).
4.3.4 Simpulan Hasil Penelitian
Dari tabel hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa struktur tempe berubah dalam setiap jam. Hal
itu menunjukan aktivitas Rhizopus
oligosporus (ragi tempe) yang membantu dalam proses fermentasi. Aktifitas
itu ditandai dengan perubahan suhu, warna, aroma dan tekstur tempe yang tampak.
Berdasarkan perubahan fisik yang terjadi pada tempe, fase
fermentasi dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
a.
Fese
pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi)
Pada fase ini,
terjadi penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat dengan terbentuknya
miselia pada permukaan biji yang semakin lama semakin lebat sehingga
menunjukkan tekstur yang lebih kompak. Sehingga permukaan tempe berwarna putih
dan bersih.
b.
Fase transisi (30-50 jam fermentasi)
Fase ini
merupakan fase optimal fermentasi tempe dimana tempe siap dipasarkan. Pada fase
ini terjadi penurunan suhu, pertumbuhan jamur hampir tetap atau bertambah
sedikit, tekstur lebih kompak, fisik tempe lebih padat dan keras.
c. Fase pembusukan
atau fermentasi lanjutan (50-90 jam fermentasi)
Pada fase ini
perkembangan Rhizopus oligosporus
mulai terhenti. Hal ini dikarenakan penaikan jumlah bakteri bebas yang masuk ke
dalam proses fermentasi tempe sehingga menghambat proses perkembangan kapang Rhizopus oligoporus, akibatnya pertumbuhan
jamur menurun dan mulai terjadi pembusukan. Pembusukan ini terjadi karena tempe mulai terkontaminasi dengan
bakteri-bakteri bebas. Pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur akan terhenti.
4.4 Kualitas Tempe
4.4.1
Ciri-ciri Tempe yang Baik
Tempe yang baik dicirikan oleh permukaan tempe yang
ditutupi oleh miselium kapang (benang-benang halus) secara merata, kompak dan
berwarna putih. Antar butiran kacang kedelai dipenuhi oleh miselium dengan
ikatan yang kuat dan merata, sehingga bila diiris tempe tersebut tidak hancur.
Tempe yang masih baik warnanya putih, spora kapang yang berwarna abu-abu
kehitaman belum terbentuk, dan aroma yang kurang enak yang kadang-kadang bau
amoniak belum terbentuk. Kegagalan untuk mendapatkan tempe yang baik dengan
ciri-ciri tersebut diatas, sering disebabkan oleh faktor-faktor yang menyebabkan
pertumbuhan kapang tempe yang diperoleh tidak merata kacang kedelai menjadi
basah, lunak, bau amoniak atau bau alkohol.
Faktor-faktor
tersebut antara lain :
a. Oksigen
Oksigen memang diperlukan untuk pertumbuhan kapang,
tetapi bila berlebihan proses metabolisme kapang menjadi lebih cepat sehingga
menghasilkan panas berlebihan dan tidak seimbang dengan pembuangannya (panas
yang ditimbulkannya menjadi lebih besar daripada panas yang dibuang dari
bungkusan). Bila hal ini terjadi, suhu kacang kedelai yang sedang mengala mi
fermentasi menjadi tinggi dan akan mengakibatkan kapangnya mati. Oleh karena
itu pada pembutan tempe selalu menggunakan kantong plastik berlubang yang
dibuat pada kantung plastik sesuai dengan kebutuhannya. Sebaliknya jika oksigen
yang diperlukan untuk pertumbuhan kapang kurang, maka pertumbuhan kapang akan
terhambat (lambat).
b. Suhu
Kapang tempe bersifat mesofilik, yaitu untuk
tumbuhnya memerlukan suhu antara 25 – 30 C atau suhu kamar, oleh sebab itu suhu
ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan dengan memberikan ventilasi cukup
baik.
c. Jenis laru ( Ragi Tempe/ Rhizopus oligosporus)
Untuk mendapatkan tempe yang baik maka laru tempe
harus dalam keadaan aktif, artinya kapang tempe mampu tumbuh dengan baik.
Menggunakan laru yang masih baru akan berpeluang menghasilkan tempe yang baik
Laru sangat berpengaruh terhadap pembentukan rasa, aroma dan flavor tempe yang
dihasilkan.
d. Nilai pH (derajat keasaman)
Derajat keasaman memegang peranan penting dalam
proses pembuatan tempe. Bila kondisinya kurang asam atau pH tinggi maka kapang
tempe tidak dapat tumbuh dengan baik sehingga pambuatan tempe akan mengalami
kegagalan. Disamping untuk memenuhi kondisi yang dibutuhkan oleh kapang tempe,
suasana asam berguna untuk mencegah tumbuhnya mikroba lain yang tidak
diinginkan dalam pembuatan tempe.
4.4.2 Ciri-ciri Tempe
yang Kurang Baik/Gagal
Sering
kali didapatkan tempe yang pecah-pecah, pertumbuhan kapang yang tidak merata
atau bahkan tidak tumbuh sama sekali, kedelai menjadi busuk dan berbau amoniak
atau alkohol bahkan kedelai menjadi berlendir, asam dan penyimpangan lainnya.
Beberapa penyimpangan dan penyebab kegagalan pembuatan tempe dapat dirincikan
secara ringkas pada tabel berikut:
Tabel 2. Penyebab Kegagalan Pembuatan
Tempe
No
|
Jenis
Penyim-pangan Mutu
|
Penyebab
|
1.
|
Tempe terlalu
basah
|
- Suhu
fermentasi terlalu tinggi
- Kelembaban
udara terlalu tinggi
- Kedelai
terlalu basah karena kurang tiris
- Lubang
pembungkus terlalu kecil
-Alat
tidak bersih dan tidak higienis
|
2.
|
Tempe tidak
kompak
|
-Kapang tidak
aktif/sudah m ati
-Laru terlalu
sedikit
-Laru terlalu
tua
-Pengadukan
laru tidak merata
-Waktu
fermentasi kurang lama
-Suhu
fermentasi terlalu rendah
|
3
|
Permukaan
tempe bercak-bercak hitam
|
-Pembentukan
spora kapang akibat oksigen terlalu banyak
-Fermentasi
terlalu lama
-Suhu terlalu
tinggi
-Kualitas laru
rendah
-Kelembaban
terlalu kering
|
4
|
Tempe berbau
amoniak/ alkohol
|
-Terlalu lama
fermentasi
-Suhu terlalu
tinggi
-Alat tidak
bersih
-Kadar
air terlalu tinggi
|
5
|
Tempe
pecah-pecah dan pertumbuhan miselia tidak merata
|
-Pencampuran
laru tidak merata
-Suhu ruang
inkubasi tidak merata
-Lubang aerasi
dan pergerakan udara dalam ruang inkubasi tidak merata
|
6
|
Tempe terlalu
panas (overheating)
|
-Pengatur
suhu, kelembaban, ventilasi tidak baik
-Suhu terlalu
tinggi
- Inkubasi
terlalu tertutup
-Bahan
terlalu banyak
|
7
|
Tempe
beracun
|
-Bahan dan
atau laru terkontaminasi mikroba
patogen, bahan beracun, dll.
-Laru terlalu
lemah keaktifannya/terlalu sedikit sehingga justru mikroba berbahaya yang
tumbuh
- Ruang dan
alat tidak higienis
|
4.5 Kandungan Gizi Pada Tempe
Kandungan gizi
kedelai yang telah difermentasi menjadi tempe akan lebih randah jika
dibandingkan dengan kedelai murni. Kedelai murni memiliki kadar gizi yang lebih
banyak. Perubahan kader gizi kedelai murni dan kedelai yang telah difermentasi
menjadi tempe dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 3. Kandungan Zat Gizi dalam
100 gram Kedelai dan Tempe.
Zat
Gizi
|
Komposisi
Zat Gizi 100 gram
|
|
Kedelai
|
Tempe
|
|
Energi
|
381
kal
|
210
kal
|
Protein
|
40,4
g
|
20,8
g
|
Lemak
|
16,7
g
|
8,8
g
|
Hidrat
Arang
|
24,9
g
|
13,5
g
|
Serat
|
3,2
g
|
1,4
g
|
Abu
|
5,5
g
|
1,6
g
|
Kalsium
|
222
mg
|
155
mg
|
Fosfor
|
682
mg
|
326
mg
|
Besi
|
10
mg
|
4
mg
|
Karotin
|
31
mkg
|
34
mkg
|
Vitamin
A
|
0.81
|
0,81
|
Vitamin
B
|
0,52
mg
|
0,19
mg
|
Vitamin
C
|
0
mg
|
0
mg
|
Air
|
12,7
g
|
55,3
g
|
Meskipun
nilai gizi tempe lebih rendah daripada kedelai murni, tetapi tempe memiliki
beberapa sifat yang unggul yaitu :
1. Mempunyai
nilai biologi tinggi, yaitu mengandung 8 asam amino esensial.
2. Lemak
jenuh rendah.
3. Kadar
Vitamin B12 tinggi.
4. Mudah
dicerna, jadi baik untuk segala umur.
5. Dengan
fermentasi kacang kedelai, asam-asam amino lebih terurai lagi sehingga mudah
dicerna.
Secara
kuantitatif, nilai gizi tempe sedikit lebih rendah dari pada nilai gizi
kedelai. Namun, secara kualitatif nilai gizi tempe lebih tinggi karena tempe
mempunyai nilai cerna yang lebih baik. Hal ini disebabkan kadar protein yang
larut dalam air akan meningkat akibat aktivitas enzim proteolitik yang mengakibatkan protein, lemak dan karbohidrat pada
tempe menjadi mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan kedelai. Oleh karena
itu tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi
hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur.
BAB V
PENUTUP
5.1
Simpulan
1. Tempe merupakan salah satu produk
makanan hasil fermentasi yang melibatkan
Jamur Rhizopus oligosrus (ragi
tempe). Jamur ini berperan dalam pembentukan miselia yang berupa benang-benang
putih yang terdapat di permukaan tempe.
2. Pembuatan tempe dapat dilakukan
dengan beberapa tahapan yaitu melalui tahap pengupasan, pencucian,
penirisan, peragian, pembungkusan dan fermentasi.
3. Dalam proses fermentasi, suhu dan
oksigen(O2) sangat berpengaruh, karena kapang Rhizopus oligosporus dapat berkembang dalam keadaan aerob(membutuhkan oksigen). Sehingga
jika dalam medium fermentasi tidak ada oksigen yang masuk maka tidak akan ada
aktivitas perkembangan dari Rhizopus,
akibatnya tidak akan terjadi proses fermentasi.
4. Tempe yang baik memiliki ciri
berwarna putih, permukaan tempe ditutupi oleh miselia Rhizopus oligosporus secara merata, strukturnya kompak, dan berbau
khas tempe. Tempe yang kurang baik/gagal memiliki ciri pertumbuhan kapang Rhizopus oligosporus tidak merata atau
bahkan tidak tumbuh sama sekali, tempe pecah-pecah, kedelai menjadi busuk dan
berbau amoniak atau alkohol bahkan kedelai menjadi berlendir, asam dan
penyimpangan lainnya.
5. Tempe merupakan makanan yang
memiliki kandungan gizi yang kompleks, seperti protein, lemak, energi, serat,
kalsium, fosfor, besi, karotin dan kandungan lainnya. Secara kuantitatif, nilai
gizi tempe mamang lebih rendah dari
kedelai. Namun secara kualitatif tempe memiliki nilai cerna yang lebih baik,
hal ini disebabkan karena kadar protein akan meningkat akibat aktifitas enzim proteolitik yang mengakibatkan protein,
lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi mudah dicerna didalam tubuh
dibandingkan kedelai.
5.2
Saran
1. Jika
memilih tempe sebaiknya pilih tempe dengan kualitas baik. Tempe yang
berkualitas baik akan memiliki warna yang putih, tekstur yang kompak, dan bau
yang khas seperti bau tampe pada umumnya.
2. Pembungkusan tempe menggunakan
plastik menyebabkan medium fermentasi bersifat anaerob (tanpa oksigen). Oleh karena itu, jika digunakan pembungkus
plastik sebaiknya permukaan plastik diberi lubang dengan cara di tusuk-tusuk
menggunakan lidi.
3. Tempe adalah salah satu alternatif
makanan murah dan bergizi tinggi yang dapat memperlancar pencernaan. Untuk itu
sebaiknya tempe dijadikan salah satu makanan yang sering dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Aryulina,
Diah. 2006. Biologi 1 SMA dan MA untuk
Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Drs.
Sudjino. 2005. Biologi Kelas X.
Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka.
Hanum, Eva Latifah. 2009. Biologi
SMA dan MA X. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya.
Puji Astuti, Nurita. 2009. Sifat Organoleptik Tempe Kedelai. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Paket
Industri Pangan untuk Daerah Pedesaan. 1982.
Tempe Kedelai. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan
Institut Pertanian Bogor.
Supriono,SP.
2003. Memproduksi Tempe. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Triwibowo, Sitoresmi. 1996. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Internet
Anonim. 2010.” Teknologi Fermentasi”.
http://bundafathi.wordpress.com. Diakses tanggal 3 Agustus 2011.
Anonim. 2008.” Jamur (fungi)”. http://makalahdanskripsi.blogspot.com. Diakses tanggal 3 Agustus 2011.
Anonim. 2011. “Tempe”. http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe_(disambiguasi). Diakses tanggal 3 Agustus 2011.
3
Agustus 2011.
3
Agustus 2011.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Bahan yang digunakan dalam pembuatan
tempe.
Gambar 7. Ragi Tampe
Gambar
8. Kedelai
Lampiran 2
Alat yang digunakan dalam pembuatan
tempe.
Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11.
Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14.
Gambar 15. Gambar
16. Gambar 17.
Keterangan :
Gambar 9. Gelas Ukur
Gambar 10. Timbangan
Gambar 11. Wadah
Gambar 12. Ember
Gambar 13. Kompor Gas
Gambar 14. Panci dan pengaduk
Gambar 15. Tampah/Nyiru
Gambar 16. Pengaduk/entong
Gambar 17. Plastik pembungkus
Lampiran 3
Perubahan takstur tempe selama 90
jam.
Gambar 18. Gambar
19.
Gambar 20.
Gambar 21.
Keterangan :
Gambar 18: Tempe 0 jam fermentasi
Gambar 19: Tempe 30 jam fermentasi
Gambar 20: Tempe 50 jam fermentasi
Gambar 21: Tampe 90 jam fermentasi
Lampiran 4
Macam-macam jenis pembungkus tempe:
a. Tempe yang dibungkus menggunakan
pembungkus plastik.
Gambar 22.
Tempe dengan pembungkus plastik.
b.
Tempe
yang dibungkus menggunakan pembungkus daun pisang.
Gambar
23. Tempe dengan pembungkus daun pisang.
c.
Tempe
yang dibungkus menggunakan daun jati.
Gambar
24. Tempe dengan pembungkus daun jatiss
wuih sangar mas
BalasHapusmantap gan !
BalasHapus